BAB II
PEMBAHASAN
1.
Qs. Adz- Dzariyat: 56
وَما خلقت الجنّ و الإنس إلاَّ لِيعبُدُونِ {الدريه 56}
“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, melainkan
untuk mengabdi kepadaKu”.
v Arti Mufrodat.
إِلَّا لِيَعْبُدُونِ : melainkan supaya mereka
mengenal-ku dan beribadahkepada-Ku, bukan karena Aku membutuhkan mereka.
v Penjelasan Ayat
Ini ayat yang
menjelaskan bahwasannya Rasulullah SAW supaya memberi peringatan. Sebab
peringatan akan besar manfaatnya bagi orang yang beriman. Maka datanglah
tambahan ayat 26 ini, bahwasannya Allah menciptakan Jin dan Manusia tidak ada
guna yang lain, melainkan buat mengabdi diri kepada Allah. Jika seorang telah
mengakui beriman kepada Tuhan, tidaklah dia akan mau jika hidupnya didunia ini
kosong saja. Dia idak boleh mengnggur. Selama nyawa dikandung badan, manusia
harus ingat bahwa tempohnya tidak boleh kosong dari pengabdian. Seluruh hidup
hendaklah dijadikan ibarat.
Menurut riwayat
dari Ali bin Abu Tholhah, yang diterimanya dari Ibnu Abbas, arti untuk
beribadat, ialah mengakui diri budak atau hamba dari Allah, tunduk menurut
kemauan Allah, baik secara sukarela atau secara terpaksa, namun kehendak Allah
berlaku juga (thau’an aw karhan). Mau tidak mau diri pun hidup. Mau tidak mau
kalau umur panjang mesti tua. Mau tidak mau kalau datang ajal mesti mati. Ada
manusia yang hendak melakukan didalam hidup ini menurut kemauannya, namun yang
berlaku ialah kemauan Allah jua.
Oleh sebab itu
ayat ini memberi ingat kepada manusia bahwasannya sadar atau tidak sadar ia
akan memenuhi kehendak Tuhan. Maka jalan yang lebih baik bagi manusia adalah
menginsafi kegunaan hidupnya, sehingga dia pun tidak merasa keberatan lagi
mengerjakan berbagai ibadat kepada Tuhan.
Apabila manusia
mengenal kepada budi yang luhur, niscaya dia mengenal apa yang dinamai
berterimakasih. Ada orang yang menolong kita melepaskan dari mala petaka, kita
pun segera mengucapkan terimakasih! Kita mengembara di satu padang pasir. Dari
sangatjauhnya perjalanan, kita kehausan, air sangat sukar. Tiba-tiba di suatu
tempat yang sepi sunyi kita bertemu satu orang yang menyuruh kita berhenti
berjalan sejenak.
Kita pun
berhenti, dia bawakan seteguk air. Kita pun mengucapkan banyak-banyak
terimakasih. Kita ucapkan terimakasih dengan merendahkan diri. Sebab kita
merasa berhutang budi kepadanya. Dan tidaklah ada manusia biadab didunia yang
membantah keluhuran budi orang yang berterimakasih itu.
Maka
bandingkanlah semua dengan anugrah Ilahi bagi menjamin hidup kita. Sejak mulai
lahir dari perut ibu sampai kepada masa habis tempoh di dunia ini dan kita
menutup mata, tidaklah dapat dihitung dan dinilai betapa besar nikmat dan
karunia Allah kepada kita. Maka timbullah pertanyaan. Apakah tidak patut kita
berterimakasih kepadaNya atas seluruh karunia itu?
Disinilah Tuhan
menjuruskan hidup kita, memberi kita pengarahan. Allah menciptakan kita, jin
dan manusia tidak untuk yang lain, hanya untuk satu macam tugas saja, yaitu
mengabdi, beribadat. Beribadat yaitu mengakui bahwa kita ini hambaNya, tunduk
kepada kemauanNya.
Ibadat itu
dimulai atau diawali dengan IMAN. Yaitu percaya bahwa ada Tuhan yang menjamin
kita. Percaya akan ADANYA Allah ini saja, sudah jadi dasar pertama dari hidup
itu sendiri. Maka IMAN yang telah tumbuh itu, wajib dibuktikan dengan amal yang
shalih. Yaitu perbuatan baik. IMAN dan AMAL SHALIH inilah pokok ibadat. Bila
kita telah mengaku iman kepada Allah, niscaya kita pun percaya kepada RasulNya.
Maka pesan Allah yang disampaikan oleh Rasul itu kita perhatikan. PerintahNya
kita kerjakan, laranganNya kita hentikan.
Maka dapatlah
kita jadikan seluruh hidup kita ini ibadat kepada Allah. Shalat lima waktu,
puasa bulan Ramadhan, berzakat kepada fakir miskin, adalah sebagian kecil dari
pematri dari seluruh ibadat yang umum itu. Semuanya itu kita kerjakan, karena
kita IMAN kepadaNya, dan kita pun beramal yang shalih, untuk faedah sesama kita
manusia. Kalau tidak ini yang kita kerjakan, tidaklah ada artinyahidup kita
yang terbatas didalam dunia ini.
Maka dapat
diambil kesimpulan bahwasannya mengadakan dakwah kepada Allah tidaklah boleh berhenti,
meskipun akan dituduh orang tukang sihir atau orang gila. Itu jangan diperdulikan,
berpaling dari mereka dan jangan berkecil hati. Da’wah supaya diteruskan.
Meskipun orang yang melampaui batas itu akan menuduh tukang sihir atau gila,
namun da’wah yang baik akan diterima oleh orang yang beriman. Melakukan da’wah
dijaln yng baik adalah untuk mengabdikan diri, kalau tidak beribadat kepada
Allah apalah arti hidup itu. Umur terlalu pendek didunia ini. Umur yang pendek
itu mesti diisi, sehingga setelah manusia mati sekalipun, namun Iman dan Amal
Shalihnya masih hidup dan tetap hidup.
v
Kandungan Ayat
Ayat ini dengan
sangat jelas menggambarkan kepada kita bahwa tujuan penciptaan jin dan manusia
tidak lain hanyalah untuk “mengabdi” kepada Allah SWT. Dalam gerak langkah
dan hidup manusia haruslah senantiasa diniatkan untuk mengabdi kepada Allah.
Tujuan pendidikan yang utama dalam Islam menurut Al-Qur’an adalah agar
terbentuk insan-insan yang sadar akan tugas utamanya di dunia ini sesuai dengan
asal mula penciptaannya. Sehingga dalam melaksanakan proses pendidikan, baik
dari sisi pendidik atau anak didik, harus didasari sebagai pengabdian kepada
Allah SWT semata.
Mengabdi dalam
terminologi Islam sering diartikan dengan beribadah. Ibadah bukan sekedar
ketaatan dan ketundukan, tetapi ia adalah satu bentuk ketundukan dan ketaatan
yang mencapai puncaknya akibat adanya rasa keagungan dalam jiwa seseorang
terhadap siapa yang kepadanya ia mengabdi. Ibadah juga merupakan dampak
keyakinan bahwa pengabdian itu tertuju kepada yang memiliki kekuasaan yang
tidak terjangkau dan tidak terbatas.
Segala aktivitas
pendidikan, belajar-mengajar dan sebagainya adalah termasuk dalam kategori
ibadah. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW:
طلب العلم فريضة على كل مسلم و مسلمة (رواه ابن عبد البر)
Artinya: “Menuntut
ilmu adalah fardlu bagi tiap-tiap orang-orang Islam laki-laki dan
perempuan.” (H.R Ibn Abdulbari).
من
خرج فى طلب العلم فهو فى سبيل الله حتى يرجع (رواه الترمذى)
Artinya: “Barangsiapa
yang pergi untuk menuntut ilmu, maka dia telah termasuk golongan sabilillah
(orang yang menegakkan agama Allah) hingga ia sampai pulang
kembali”. (H.R. Turmudzi).
2.
Qs. Al- Fath:
29
مُحَمّدٌ رَسُولُ
الّلهِ والّذِينَ مَعَهُ أشِدَّاءُ عَلىَ
الْكُفّارِ رُحَماَءُ بَيْنَهُمْ تَرَهُمْ
رُكَّعاً سُجَّداً يَبْتَغُونَ
فَضْلاً مِنَ اللّهِ وَ رِضْواَناً سِيْمَهُمْ فِيْ وُجُوْهِهِمْ مِنْ
أَثَرِ الُّجُوْدِ ذاَلِكَ مَثَلُهُمْ فِيْ التَّوْراَةِ وَ مَثَلُهُمْ فِي
الاِنْجِيْلِ كَزَرْعٍ أخْرَجَ شَطْئَهُ, فأزَرَهُ, فآسْتَغْلَظَ فآسْتَوى عَلى
سُوقه يُعْجِبُ آلزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ آلكُفَّارَ وَعد آلّذِيْنَ أمَنُوا
وَعَمِلُواالصَّلِحَتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيْمًا {الفتح 29}
“Muhammad
adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersama dengan Dia bersikap keras
terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu melihat
mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridhoanNya. Pada wajah
mereka tampak tanda-tanda bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka (yang
diungkapkan) dalam Taurat dan sifat-sifat mereka ( yang diungkapkan) dalam
Injil, yaitu seperti benih yang mengeluarkan tunasnya, kemudian tunas itu
semakin kuat, lalu menjadi besar dan tegak lurus diatas batangnya; tanaman itu
menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati
orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan
kepada orang-orang beriman dan mengerjakan kebijakan diantara mereka, ampunan
dan pahala yang besar.”
v
Mufrodath
Sedangkan firmanNya :
سيماهم في وجوههم من اثر maka, min atsarissujud, yakni, dari pengaruh (at
ta’tsir ) yang ditimbulkan oleh sujud. Menurut Prof. DR. Wahhab Az-Zuhaily,
maksudnya ialah bahwa pengaruh ibadah, kedamaian dan keikhlasan kepada Allah
Ta’ala yang terlihat yang terlihat diwajah orang-orang mukmin. Oleh karena itu
Umar bin Al-Hatthab r.a berkata : مَنْ آَصْلَحَ سَرِرَتَهُ, آَصْلَحَ اللّهُ تعالى : barangsiapa yang baik sepak terjangnya,
maka Alah menjanjikan baik dari pengaruh yang
ditampakkannya.
Al-azru artinya kekuatan, dan aazarahu berarti menguatkan dan menolongku.
Dan, tartera pula di dalam firman-Nya, اكزرع آخرج شطآه فازره seperti yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu
menjadikan tanaman itu kuat.
v Penjelasan Ayat
“Muhammad adalah utusan Allah! Dan orang-orang ada besertanya bersikap keras terhadap
orang-orang yang kafir, sayang menyayangi diantara sesama mereka. Engkau likat
mereka itu ruku’, sujud mengharapkan karunia daripada Allah dan RidhoNya. Ada
tanda-tanda mereka pada wajah-wajah mereka dari sebab bekas sujud, demikianlah
perumpamaan mereka didalam Taurat. Dan perumpamaan mereka dalam Injil, laksana
tanaman yang mengeluarkan tunasnya, maka bertumbuhlah dia, kian besar. Maka
tegakkan dia diatas rumpunnya. Yang menyebabkan murka orang-orang yang tidak
mau percaya. Teelah menjajikan Allah kepada orang-orang yang beriman dan
beramal shalih diantara mereka itu. Akan dan pahala yang besar”.
Inilah pedoman
hidup dan perjuangan bagi kaum
muslimin dalam
menghadapi dunia. Kita mengakui kerosulan belia adalah dengan konsekwensinya
sekali, akan meniru meneladan langkah, mencontoh sepak terjangnya, menjunjung
tinggi sunnahnya. Muhammad Rasulullah itu adalah laksana cahaya yang memberikan
terang bagi kita untuk melanjutkan perjuangan ini. Buat melanjutkan jihad ini,
Apabila kalimat ini telah dimulai dengan lafadz la ilaha illallah disusul
dengan Muhammadur Rasulullah tersimpullah seluruh kehidupan
muslim kepada dua kata itu. Hidup menurut kehendak Allah dan matipun menurut
kehendakNya. Dari Dia datang dan kepadaNya kembali. Bagaimana agar supaya seluruh
kehidupan itu menempuh jalan yang benar, yang diridhoi oleh Allah hendaklah
menuruti contoh teladan yang ditinggalkan oleh Nabi. Untuk kehidupan seperti
ini akan timbullah orang-orang yang sefaham, seakidah, sehaluan, dan setujuan.
Itulah bernama ummat. Maka ummat ini diberi lagi nama yang tegas, yakni ummat
islam. Arti islam ialah penyerahan dengan segala suka rela, penyerahan yang
wajar, karna akal itu sendiri yang telah mendapat jalan itu, tidak ada lagi
jalan yang lain. Maka dengan sendirinya ummat ini mempunyai persaudaraan yang
sangat luas, seluas tersebarnya faham itu sendiri.
Bila datang
waktu sembahyang, merekapun bersatu tempat menghadap, yang bernama qiblat.
Walau dia dimana, tinggal dimana dan bangsa apa, qiblatnya satu. Sebelum itu
maka Allah, Tuhan yang mereka sembah itu, yang menjadi pokok tujuan hidup mati,
lahir batin dari seorang Muslim itupun SATU pula. Tidak berbeda Allah orang
Afrika yang berkulit hitam dengan orang Eropa yang berkulit putih dan orang
Jepang yang berkulit kuning. Walaupun beratus macam bahasa yang mereka pakai,
ucapan salam mereka tetap satu: “Assalamualaikum”, jawabnyapun satu: “Wa
‘alaikumus-salam”.
Setelah terjadi
persatuan keyakinan, persatuan akidah dan ibadah dan persatuan dalam pandangan
hidup, dengan sendirinya timbullah persaudaraan yang rapat. Lantaran
persaudaraan yang rapat maka timbullah persatuan sikap dan peragai: yaitu: “Dan
orang-orang ada besertanya bersikap keras terhadap orang-orang yang kafir,
sayang menyayangi diantara sesama mereka.” Begitulah sikap hidup dari ummat
yang telah mengaku tidak ada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad Rasulullah itu.
Dia sesama sendiri, bersatu akidah, bersatu pandangan hidup adaklah
cinta-mencintai, seberat-seringan, sehina-semalu, berat sama dipikul, ringan
sama dijinjing dengan sesama beriman. Diantara ‘awak sama awak’ yang sefaham
tidak ada soal. Tidak ada kusut yang tidak terselesaikan, tidak ada keruh yang
tidak dijernihkan. Itulah yang dinamai “Ukhuwwah Islamiah”. Inilah yang
dikuatkan oleh sabda Nabi Muhammad SAW.
“perumpamaan
persaudaraan orang-orang yang beriman itu, dalam cinta mencintai dan berkasih
sayang adalah laksana tubuh yang satu, apabila mengeluh satu bagian tubuh,
menjalarkan ke segala bagian tubuh rasa demam dan tidak tidur”.
Sayyidina Umar bin al-Khattab pernah
mengatakan:
مَنْ آصْلَحَ سَرِيْرَتَهُ آصْلَحَ الله تَعاَلىَ عَلاَ
نِيَتَهُ
“barang
siapa yang jernih dalam batinnya, akan diperbaiki Allah pula pada yang nyata
pada wajahnya.”
Kemudian
dikatakanlah bahwa: “Demikianlah perumpamaan mereka didalam taurat.” Artinya
ialah bahwasannya didalam kitab Taurat yang diturunkan kepda nabi musa
‘alaihis-salam setelah bertemu tanda-tanda tentang ummat pengikut Nabi Muhammad
yang akan datang itu, bahwa pada wajah mereka bersinarlah wajah yang jernih
berseri dari sebab bekas sujud mereka kepada Tuhan. Selanjutnya berkata pula
ayat; “Dan perumpamaan mereka didalam injil; laksana tanaman yang mengeluarkan
tunasnya maka bertumbuhlah dia, kian besar, maka tegaklah dia diatas rumpunnya,
yang menyebabkan ta’jub orang yang menanamnya dan menyebabkan murka orang-orang
yang tidak mempercaya.”
Inilah kata
yang tepat sekali mengenai perkembngan agama islam sejak dia didakwahkan oleh
Nabi Muhammad SAW. Dia hanya tumbuh sebagai tunas yang kecil saja. Namun tunas
ini tumbuh dengan baik, kian lama kian besar dan teguh tegak diatas rumpunnya,
sukar buat mencabut dan membunuhnya. Sampai orang yang menanam sendiripun
tercengan melihat pertumbuhan dan perkembangan yang cepat itu, sebab dia tidak
menyangka secepat itu. Tetapi orang-orang yang tidak mau percaya, tegasnya
orang-orang kafir, sangatlah murka melihat perkembangan ini. Sejak dari zaman
mulai tumbuhnya islam sendri memang telah terjadi sebagaimana tersebut dalam
ayat. Mulai tumbuh tunasnya dinegeri Mekkah. Yang mulai beriman hanyalah
seorang perempuan, Siti Khodijah istri Nabi SAW sendiri. Kemudian menurut Abu
Bakar sebagai orang dewasa, Ali Bin Abu Thalib anak yang masih belum dewasa,
Zaid Bin Haritsah budak yang telah merdeka, tetapi dalam masa tiga belas tahun
telah dicoba hendak membunuh dan menyekatnya oleh kepala-kepala kafir quraisy
sejak Abu Jahal dan pemimpin-pemimpin dan kawan-kawannya yang lain, namun dia
kian lama kian berkembang. Selam masam sepuluh tahun Nabi telah hijrah ke
Madinah. Dalam masa Dua puluh satu tahun kota Mekkah yang dahulu mengusirnya
telah ditaklukkannya, kemudian ditaklukkannya seluruh tanah Arab. Kemudian dia
berkembang dan berkembang terus.
Ada disalinkan
dalam kitab injil Yahya bahwa Nabi Isa Almasih ada memberi peringatan akan ada
Nabi-Nabi palsu. Lalu beliau menunjukkan setengah daripada tandanya. Yaitu
bahwa Nabi palsu itu tidaklah akan membawa kesuburan. Bahwasannya pohon
beringin tersebut tidaklah akan membuahkan anggur. Maka pertanda daripada Nabi
Isa itu benarlah adanya. Bahwa bawaan syariat Nabi Muhammad bukanlah buah
beringin yang akan menimbulkan anggr. Bukanlah dua kepalsuan. Dengan segala
daya upayanya orang Eropa telah mencoba hendak membunuh Islam, dengan segala
macam gerak zending dan missinya, namun Islam berkembang juga, tidak
berhenti-henti. Beratus-ratus anak orang Islam di Tanah Jawa. Seakan-akan
dipaksa masuk Kristen dengan memajukan pendidikan, masuk sekolah-sekolah sejak
SMP dan SMA sampai Sekolah Tinggi.
Banyak diantara mereka setelah masuk Kristen sekian tahun lamanya, merekapun
datang kepada seorang kiyai Islam minta diterima memeluk Agama Islam kembali.
Itulah yang menyebabkan murka orang-orang yang tidak percaya itu.
Maka sebagai
penutup dari ayat ini Allah bersabda: “Telah menjanjikan Allah kepada
orang-orang yang beriman dan beramal shalih diantara mreka itu, akan ampunan
dan pahala yang besar.” (ujung ayat 29).
Ujung ayat ini
adalah mengandung harapan yang besar bagi orang yang selama ini telah kena
bujukan, rayuan, tipuan dan malahan paksaan agar menukar agamanya yang hak
dengan yang batil, jika mereka insaf dan taubat, bahwa taubat mereka akan
diterima.
Karena apabila
orang telah benar-benar mengerti akan intisari ajaran agamanya, Tauhid dan
Akidah, Iman dan Takwa dan tidak ada tempat berlindung selain dari Allah,
itulah pegagan manusia yang sejati dan kepada pokok pendirian demikian jua lah
manusia akan kembali.
v
Kandungan Ayat
Pada surat Fath
ayat 29, salah satu tujuan pendidikan adalah memiliki manfaat bagi orang lain,
walaupun hanya sedikit saja yang merupakan salah satu bagian dari insan kamil
yang merupakan tujuan umum atau lazim dalam Islam selain bermanfaat hendaklah
orang yang terdidik saling mengasihi, menyayangi, dan toleran terhadap orang
yang seiman maupun yang tidak, terhadap orang yang berbeda suku ras dan bahasa
hendaklah saling bertoleransi dalam kehidupan agar tercipta kedamaian yang
abadi di alam semesta.
3.
QS. Ali Imran: 138-139
هَذَا بَيَانٌ لِلنَّاسِ وَهُدًى وَمَوْعِظَةٌ لِلْمُتَّقِين {ال عمران138 }
“Ini
adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta peringatan bagi
orang-orang yang bertaqwa.”
v Mufrodath
§ قَدْ خَلَتْ : telah berlalu
§ سُنَنٌ : sunnah-sunnah Allah, maksudnya cara-cara Allah dalam
menhadapi orang-orang kafir, yaitu memberi tempo kepada mereka kemudian
menyiksanya.
§ وَهُدىً : petunjuk, yaitu petunjuk dari kesesatan dan memberikan
arahan ke jalan yang benar dan lurus.
§ وَمَوْعِظَةٌ : pelajaran, yaitu yang dapat melunakkan hati untuk
berpegang teguh pada ketaatan.
§ وَلا تَهِنُوا : janganlah kamu bersikap lemah (dalam
memerangi orang kafir)
§ وَلا تَحْزَنُوا : dan janganlah (pula) kamu bersedih hati.
§ وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ : padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi
(derajatnya).
§ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ : jika
kamu orang-orang yang beriman (sesungguhnya).
v Penjelasan
Ayat
Pernyataan
Allah Ini adalah penjelasan buat manusia, juga mengandung makna bahwa Allah
tidak menjatuhkan sanksi sebelum manusia mengetahui sanksi itu. Dia tidak
mendadak manusia dengan siksa-Nya, karena ini adalah penjelasan petunjuk jalan
peringatan.
وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ
الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Janganlah
kamu melemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah
orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang
beriman.”
Di
atas, dikemukakan bahwa ayat 137 dan 138 secara sangat serasi dan perlahan
menghubungkan kelompok ayat-ayat yang lalu dengan kelompok ayat-ayat yang akan
datang. Kelompok ini berbicara tentang perang Uhud. Uraiannya diantar oleh
penegasan dua ayat sebelum ini yang menguraikan tentang adanya sunnah atau
hukum-hukum kemasyarakatan yang berlaku terhadap semua manusia dan masyarakat.
kalau dalam perang Uhud mereka tidak meraih kemenangan, bahkan menderita luka
dan pembunuhan, dan dalam perang Badar merelka dengan gemilangbmeraih kemenangan
dan berhasil menawan dan membunuh sekian banyak lawan mereka, maka itu adalah
bagian dari sunnatullah. Karena itu, disana mereka diperintahkan untuk berjalan
di bumi mempelajari bagaimana kesudahan mereka yang melanggar dan mendustakan
ketetapan-ketetapan Allah. Namun demikian, mereka tidak perlu berputus asa.
Karena itu, Janganlah kamu melemah, menghadapi musuhmu dan musuh Allah,
kuatkan jasmaninya dan janganlah pula kamu bersedih hati akibat
apa yang kamu alami dalam perangUhud, atau peristiwa yang serupa, tetapi
katkanlah mentalmu. Mengapa kamu melemah atau bersedih, padahal kamulah
orang-orang yang paling tinggi derajatnya disisi Allah di dunia dan di
akhirat, di dunia karena apa yang kamu perjuangkan adalah kebenaran dan di
akhirat karena kamu mendapat surga. Mengapa kamu bersedih sedang yang gugur di
antara kamu menuju surga dan yang luka mendapat pengampunan ilahi, ini jika
kamu orang-orang mukmin, yakni jika benar-benar keimanan telah mantap dalam
hatimu
Memang
dalam perang Uhud, ada diantara kamu yang gugur, ada juga yang luka, temasuk
Nabi saw., tetapi ingatlah bahwa, Jika kamu pada perang Uhud mendapat
luka, maka janganlah bersedih atau merasa lemah karena sesungguhnya
kelompok kaum kafir yang menyerang kamu itu pun pada perang Badar, atau
dalam perang Uhud juga mendapat luka yang serupa. Kalau orang-orang
kafir yang kalah dalam perang Badar kini menyerang kamu – padahal mereka
memperjuangkan kebatilan – maka alangkah wajar apabila kamu pun yang telah
pernah mengalahkan mereka, apalagi memperjuangkan kebenaran, kini bangkit
kembali, dan hari-hari, yakni masa-masa kemenangan dan kegagalan itu, Kami
pergilirkan di antara manusia agar mereka mendapatkan pelajaran bahwa
Kamilah yang mengatur segalanya. Kami yang menganugerahkan kemenangan dan Kami
pula yang menetapkan hukum-hukum kegagalan dan keberhasilan; dan supaya
Allah mengetahui, yakni melakukan seperti apa yang dilakukan oleh manusia
yang ingin tahu siapa orang-orang beriman dengan keimanan yang teguh,
siapa pula yang rapuh imannya, siapa yang munafik atau siapa juga orang-orang
kafir, dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya syuhada’, yakni
orang-orang yang disaksikan keagungannya atau saksi. Dan Allah tidak
menyukai orang-orang yang zalim, yang menempatkan sesuatu bukan pada
tempatnya, dan dengan demikian Dia tidak akan menjadikan mereka ayuhada’.
Peristiwa yang terjadi di Uhud itu juga adalah agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman dari dosa
mereka, menghilagkan noda-noda yang menyelubungi jiwa mereka, atau
menyingkirkan dari kelompok mereka orang-orang munafik dan membinasakan sedikit
demi sedikit orang-orang yang kafir, baik dengan membunuh mereka, maopun
dengan mengurngi dan menghabiskan pengaruh mereka.
Firman-Nya:
Padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu
orang-orang yang beriman dapat juga dilihat dari sisi jalan dan hasil
perang itu. Ketika mereka taat pada Rasul, para pemanah tidak meninggalkan
posisi mereka, mereka berhasil menang dan menjadikan kaum musyrikin kocar-kacir,
bahkan membunuh dua orang lebih dari mereka. Tetapi ketika mereka melanggar
perintah Rasul saw., justru mereka yang kocar kacir sehingga pada akhirnya
gugur tujuh puluh orang lebih.
Setelah
perang berakhir, dan kaum muslimin kembali berkumpul mengikuti tuntunan Rasul,
semua yang terlibat dalam perang Uhud itu, tanpa menambah kekuatan – kecuali
seorang yang sangat mendesak untuk ikut, yaitu Jabir Ibn ‘abdillah – kembali
mengejar kaum musyrikin yang ternyata telah bergegas kembali ke Mekkah, setelah
mendengar bahwa Rasul saw. datang untuk menyerang mereka. Demikian terlihat
bahwa kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu
orang-orang beriman.
v Kandungan
Ayat
Ulama tafsir
mengatakan bahwa maksud ayat ini adalah: memperingatkan kaum muslimin bahwa
kekalahan mereka pada perang Uhud adalah pelajaran bagi orang-orang Islam,
tentang berlakunya ketentuan sunah Allah itu.
Mereka menang pada perang Badar, karena mereka menjalankan dan mematuhi
perintah Nabi saw.
Pada perang
Uhud pun mereka hampir saja memperoleh kemenangan tetapi oleh karena mereka
lalai dan tidak lagi mematuhi perintah Nabi saw. akhirnya mereka terkepung dan
diserang tentara musuh yang jauh lebih banyak jumlahnya, sehingga
bergelimpanganlah puluhan kurban syuhada dari kaum muslimin, dan Nabi sendiri
menderita luka dan pecah salah satu giginya.
Ayat ini
menghendaki agar kaum muslimin jangan bersifat lemah dan bersedih hati,
meskipun mereka mengalami kekalahan dan penderitaan yang cukup pahit pada
perang Uhud, karena kalah atau menang dalam sesuatu peperangan adalah soal
biasa yang termasuk dalam ketentuan Allah.Yang demikian itu hendaklah dijadikan
pelajaran. Kaum muslimin dalam peperangan sebenarnya mempunyai mental yang kuat dan semangat yang tinggi jika mereka
benar-benar beriman.
4.
Qs. Al-Hajj: 41
الَّذِينَ إِنْ مَكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ أَقَامُوا
الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ
الْمُنْكَرِ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ الْأُمُورِ
“(yaitu)
orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya
mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan
mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala
urusan”
v Penjelasan
Ayat
Ayat ini menerangkan tentang keadaan orang-orang yang
diberikan kemenangan dan Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi; yakni
Kami berikan mereka kekuasaan mengelola satu wilayah dalam keadaan mereka yang
merdeka niscaya mereka melaksanakan shalat secara sempurna rukun, syarat, dan
sunnah-sunnahnya dan mereka juga menunaikan zakat sesuai kadarnya. Serta mereka
menyuruh anggota masyarakatnya agar berbuat yang ma'ruf serta mencegah dari
yang munkar.
Ayat di atas mencerminkan sekelumit dari ciri-ciri
masyarakat yang diidamkan Islam, kapan dan di manapun, dan yang telah terbukti
dalam sejarah melalui masyarakat Nabi Muhammad SAW dan para sahabat beliau.
Kaitannya
dengan tujuan pendidikan sebagai berikut:
a. Mewujudkan
seorang yang selalu menegakkan kebenaran dan mencegah kemunkaran
b. Mewujudkan manusia yang selalu
bertawaqqal pada Allah.
Dengan konsep ma’ruf, Al-qur’an membuka pintu yang cukup
lebar guna menampung perubahan nilai nilai akibat perkembangan positif
masyarakat. Hal ini agaknya ditempuh al-qur’an, karena ide / nilai yang
dipaksakan atau tidak sejalan dengan perkembangan budaya masyarakat, tidak
akan dapat di terapkan. Karena itu al-qur’an disamping memperkenelkan dirinya
sebagai pembawa ajaran yang sesuai dengan fitrah manusia, iya juga melarang
pemaksaan nilai nilainya walau merupakan nilai yang amat mendasar, seperti
keyakinan akan Keesaan Allah Swt.
Perlu dicatat bahwa konsep ma’ruf, hanya membuka pintu bagi
perkembangan positif masyarakat, bukan perkembangan negatifnya. Dari sini
filter al khair harus benar2 di fungsikan. Demikian juga halnya dengan munkar
yang pada gilirannya dapart memprngaruhi pandangan tentang muruah, identitas
dan integritas seseorang. Karna itu sungguh tepat – khususnya pada era yang di
tandai oleh pesatnya informasi srta tawaran nilai nilai, untuk selalu
mempertahankan nilai lama yang baik.
v
Kandungan Ayat
Ayat ini
mengemukakan tentang tujuan pendidikan yang membentuk masyarakat yang
diidam-idamkan, yaitu mempunyai pemimpin dan anggota-anggota yang bertakwa,
melaksanakan shalat, menunaikan zakat, menegakkan nilai-nilai ma’ruf
(perkembangan positif) dalam masyarakat dan mencegah perbuatan yang munkar.
Untuk itu
hendaklah kita benahi pendidikan kita yang telah terpedaya dengan system yang
dibuat oleh dunia barat. Dari sekarang hendaklah kita pada umumnya dan pendidik
pada khususnya merubah tujuan pendidikan kita, yaitu untuk “mendapatkan ridho
Allah S.W.T. dan menjadi hamba Allah yang patuh terhadap perintah-Nya”. apabila
tujuan kita berlandaskan dengan ini, maka dunia akan terjamin keselamatannya,
dan manusia akan mempunyai moral yang berakhlak mulia. Sehingga dapat kita
capai tujuan akhir dari pendidikan seperti yang dikatakan oleh Muhammad Athiyah
al- Abrasyi, yaitu: Terbinanya akhlak manusia. Manusia benar-benar siap untuk
hidup didunia dan diakhirat. Ilmu dapat benar-benar dikuasai dengan moral
manusia yang mantap dan manusia benar-benar terampil bekerja di dalam
masyarakat.
5.
Qs. Al-Huud
إِلَى ثَمُودَ أَخَاهُمْ
صَالِحًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ
هُوَ أَنْشَأَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا فَاسْتَغْفِرُوهُ
ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ إِنَّ رَبِّي قَرِيبٌ مُجِيبٌ
“Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh
berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan
selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu
pemakmurnya[726], karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian
bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi
memperkenankan (doa hamba-Nya)."
v Mufrodath
ثَمُودَ : kaum Tsamud
مَا لَكُمْ : sekali-kali tidak ada bagi kamu
إِلَهٍ غَيْرُهُ : Tuhan selain Dia (Allah)
أَنْشَأَكُم :
Menciptakan kamu
وَاسْتَعْمَرَكُمْ : menjadikan kamu sebagai pemakmur
فَاسْتَغْفِرُوهُ :
lakukanlah permohonan ampunan kepada Allah
تُوبُوا : bertaubatlah
قرِيبٌ : amat dekat (rahmat Allah)
مُجِيبٌ : memperbenarkan doa hamba
v Penjelaan Ayat
Maksudnya:
manusia dijadikan penghuni dunia untuk menguasai dan memakmurkan dunia.
Setelah selesai
kisah Adam kini giliran kisah suku Tsamud. Tsamud juga merupakan satu suku
terbesar yang telah punah. Mereka adalah keturunan Tsamud Ibnu Jatsar, Ibnu
Iram Ibnu Sam, Ibnu Nuh. Dengan demikian silsilah keturunan mereka bertemu
dengan Ad pada kakek yang sama yaitu Imran.Kaum Tsamud pada mulanya menarik
pelajaran berharga dari pengalaman buruk kaum Ad, karena itu mereka beriman
kepada Allah SWT. Pada masa itulah, merekapun berhasil membangun peradaban yang
cukup megah, tetapi keberhasilan itu menjadikan mereka lengah sehingga mereka
kembali menyembah berhala serupa dengan berhala yang disembah kaum Ad. Ketika
itulah Allah mengutus Nabi Shaleh as mengingatkan mereka agar tidak
mempersekutukan Allah tetapi tuntunan dan peringatan beliau tidak disambut baik
oleh mayoritas kaum Tsamud.Ayat ini mengandung perintah yang jelas kepada
manusia --langsung maupun tidak langsung-- untuk membangun bumi dalam
kedudukannya sebagai khalifah, sekaligus menjadi alasan mengapa manusia harus
menyembah Allah SWT semata-mata.
v
Kandungan Ayat
Keimanan:
Adanya 'Arsy Allah; kejadian alam dalam 6 tahap; adanya golongan-golongan
manusia di hari kiamat.
Hukum-hukum:
Agama membolehkan menikmati yang baik-baik dan memakai perhiasan asal tidak
berlebih-lebihan; tidak boleh berlaku sombong; tidak boleh mendoa atau
mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin menurut sunnah Allah.
Kisah-kisah:
Kisah Nuh a.s. dan kaumnya; kisah Huud a.s. dan kaumnya; kisah Shaleh a.s. dan
kaumnya; kisah Ibrahim a.s. dan kaumnya; kisah Syu'aib a.s. dan kaumnya; kisah
Luth a.s. dan kaumnya; kisah Musa a.s. dan kaumnya.
Dan lain-lain:
Pelajaran-pelajaran yang diambil dari kisah-kisah para nabi air
sumber segala kehidupan shalat itu memperkuat iman sunnah Allah yang berhubungan dengan kebinasaan suatu kaum.
BAB
III
KESIMPULAN
Dalam deksripsi
diatas, bisa diambil kesimpulan bahwa ayat yang menjelaskan tentang tujuan
penddidikan diantaranya:
Qs.
Adz-Dzariyat: 56 ayat ini sangat jelas menggambarkan kepada kita bahwa tujuan
penciptaan jin dan manusia tidak lain hanyalah untuk “mengabdi” kepada
Allah SWT.
Qs. Al-Fath: 29
salah satu tujuan pendidikan adalah memiliki manfaat bagi orang lain, walaupun
hanya sedikit saja yang merupakan salah satu bagian dari insan kamil yang
merupakan tujuan umum atau lazim dalam Islam.
Qs. Al-Imran:
138-139 mengandung perintah untuk melakukan persiapan, menyediakan segala
sesuatunya termasuk dengan tekad dan semangat yang benar, di samping keteguhan
hati dan tawakkal kepada Allah.
Qs. Al-Hajj:41 Mewujudkan seorang yang selalu menegakkan kebenaran dan
mencegah kemunkaran dan mewujudkan manusia yang selalu
bertawaqqal pada Allah.
Qs. Al-huud: 61 manusia dijadikan penghuni dunia untuk menguasai dan memakmurkan
dunia.
DAFTAR
PUSTAKA
Ali Muhammad Daud, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT. Grafindo Persada, 1998.
Al-Maraghi, Ahmad Mustafa. Tafsir Al-Maraghi, Semarang:
PT. Karya Toha Putra, 1993.
Al-Qur'an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI, Jakarta: Bumi
Restu, 1976.
Az-Zuhayli
Wahbah, Tafsir al-Munir, juz 26.
Rohimin, Tafsir
Tarbawi: Kajian Analisis dan Penerapan Ayat-ayat Pendidikan, Yogyakarta:
Nusa Media, 2008.
Shihab M. Quraish, Terjemah Tafsir Al-Mishbah
(dikutip dari Syeh Muhammad Abduh),2002.
[7] Rohimin, Tafsir
Tarbawi: Kajian Analisis dan Penerapan Ayat-ayat Pendidikan,
(Yogyakarta: Nusa Media, 2008), hlm. 3. Dikutip dari Tafsir
Jalalain