BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Latar belakang di buatnya makalah ini tidak lain agar kita
semua tahu, bahwasanya Ilmu hadist yang sedang kita kaji sekarang adalah suatu
disiplin ilmu yang sangat penting dalam aspek mengkaji islam. Disini pemakalah
mencoba untuk mengurai dan mengklarifikasi tentang hadist yang ditinjau dari
segi kuantitas mulai dari definisi, ragam, contoh yang berkaitan dengan hadist
mutawatir ini. Hadits mutawatir ditinjau secara etimologi diambil dari
isim fa'il yang diambil dari lafadz at-tawatur
yang berarti beriring-iringan atau terus menerus, sedangkan
hadis mutawatir ditinjau secara terminologi ialah hadits yang diriwayatkan oleh
segolongan rawi banyak, dimana materi atau esensi hadits tersebut bersifat
indrawi, yang mana menurut rasio atau logika para perawi tersebut mustahil
melakukan konspirasi kebohongan, dan adanya segolongan rawi banyak itu terdapat
di dalam semua thabaqahnya, jika terdiri dari beberapa thabaqah.
Dengan tujuan agar kita
dapat memahami, memilah, dan mampu menganalisis hadist mutawatir serta
merumuskan gambaran awal keberadaan hadist mutawatir tersebut.
Rumusan Masalah
- Apa pengertian hadits mutawatir menurut ilmu hadits ?
- Bagaimana Klasifikasi hadis mutawatir ditinjau dari ilmu hadits ?
- Apa saja kitab-kitab yang merangkum tentang hadits mutawatir ?
BAB II
PEMBAHASAN
Hadits
Mutawatir
Hadits mutawatir ditinjau secara
etimologi diambil dari isim fa'il yang diambil dari lafadz at-tawatur yang berarti beriring-iringan
atau terus menerus, sedangkan hadis mutawatir ditinjau secara
terminologi ialah hadits yang diriwayatkan oleh segolongan rawi banyak, dimana
materi atau esensi hadits tersebut bersifat indrawi, yang mana menurut rasio
atau logika para perawi tersebut mustahil melakukan konspirasi kebohongan, dan
adanya segolongan rawi banyak itu terdapat di dalam semua thabaqahnya, jika
terdiri dari beberapa thabaqah.[1]
Berdasarkan definisi tersebut, sebuah hadits
dapat disebut hadist mutawatir jika telah memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut, yaitu:
1.
Harus diriwayatkan oleh banyak
jalur perawi yakni adanya konsistensi jumlah perawi pada setiap thabaqat,
artinya jika salah satu dari tingkatan sanad tersebut ada yang tidak mencapai
jumlah minimal yang telah disepakati, maka sanad tersebut tidak dikategorikan
sebagai sanad yang mutawatir, tetapi disebut sebagai sanad yang ahad.
2.
Menurut pertimbangan rasio,
mereka mustahil melakukan konspirasi kebohongan, atau mengadakan suatu
perkumpulan untuk berdusta, atau dipaksa oleh penguasa untuk berdusta karena
rawi-rawi itu orang banyak yang berbeda-beda dari berbagai kalangan dan
profesi.
3.
Rawi banyak yang
meriwayatkan dari rawi yang banyak pula, mulai dari permulaan sampai pada akhir
sanadnya.
4.
Sandaran akhir (hadits yang
diriwayat) dari rawi-rawi itu harus
berdasarkan sesuatu yang indrawi (diterima mulai dari indra
pengelihatan, pendengaran, penciuman, peraba, dan perasa).
Dan jika keempat syarat tersebut
terpenuhi, maka sudah tentu akan diperoleh pengetahuan akan adanya kepastian kebenaran
hadis tersebut.
Mengenai jumlah banyaknya
jalur perawi, para ulama’ bebrbeda pendapat, ada yang berpendapat
sekurang-kurangnya empat sanad, bahkan ada yang mengatakan dua puluh sanad,
bahkan ada yang mengatakan empat puluh sanad, tetapi yang paling ideal,
sekurang-kurangnya hadist itu diriwayatkan oleh sepuluh sanad.[2]
Mengingat begitu sulitnya terpenuhi
syarat kemutawatiran suatu hadist, maka tidak banyak periwayatan hadist mutawatir,
oleh karena begitu ketatnya persyaratan hadist mutawatir tersebut,
maka hukum hadist mutawatir adalah maqbul (dapat diterima dan diamalkan).
Hadis mutawatir merupakan suatu
ilmu dharuri yaitu ilmu yang tidak membutuhkan suatu observasi karena sudah
jelas dan didukung oleh keyakinan yang kuat. Orang yang mengingkari hadis
mutawatir dihukumi kafir.[3]
B. Klasifikasi hadis mutawatir
- Mutawatir lafdzi
Yaitu mutawatir dalam satu masalah yang diriwayatkan menggunakan lafadz
satu atau lebih namun satu makna, atau menggunakan susunan kata yang berbeda
tapi satu pengertian, yaitu tetap dalam satu konteks masalah itu, yakni hadis
yang sama lafadz, hukum, dan maknanya.[4]
Seperti
contoh hadis:
قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم : من كذب علي متعمد فليتبوأ مقعده من النار.
Barang siapa yang berbuat dusta kepadaku dengan sengaja maka hendakalah dia
menempati tempat duduknya di neraka. (H.R. Bukhari)
hadis tersebut diriwayatkan oleh segolongan banyak sahabat. Menurut
sebagian ulama' hadis, hadis tersebut diriwayatkan dari Nab Saw oleh enam pulu
dua sahabat, dan diantara mereka terdapat sepuluh orang sahabat yang sudah
diakui oleh Nabi Saw masuk surga. Hadis tersebut terdapat pada sepuluh kitab,
yaitu Al-Bukhari, Muslim, ad-Darimi, Abu Dawud, Ibn Majah, at-Tirmidzi,
ath-Thabrani, dan al-Hakim, Menurut Ibnu Al-Shalah, bahwa hadis mutawatir
lafdzi itu langka.
- Mutawatir maknawi
Yaitu hadis yang mutawatir dalam kejadian yang berbeda-beda, tetapi ada
suatu kesamaan yang ditujukan oleh hadis itu, baik dari segi isi maupun makna
yang tersirat, yakni hadist yang berlainan bunyi dan maknanya, akan teapi dapat
diambil maknanya[5]
Diantara contoh-contoh hadis mutawatir maknawi ialah seperti hadis yang
menerangkan danau Nabi Saw di akhirat. Hadis yang menerangkan hal ini
diriwayatkan oleh lebih dari lima puluh sahabat, sebagaimana yang dikatakan
oleh Al-Baihaqi dalam kitabnya Al-Ba'tsu wa Al-Nusyur. Bahkan Imam
Al-Dhiya' Al-Maqdiri telah menghimpun hadis-hadis tersebut dalam kitab
Al-Jam'u
Diantaranya lagi ialah hadis-hadis yang menerangkan syafa'at. Menurut Al-Qhadi'Iyadh,
bahwa kuantitas rawi dari hadis-hadis tentang syafa'at ini mencapai tingkat
mutawatir, sebagaimana hadis-hadis yang menjelaskan tentang mengusap sepatu.
Menurut Ibnu Abdi Al-Bar, hadis tentang hal ini tingkat mutawatir
Diantara contoh hadis mutawatir
lainnya ialah
مارفع رسول الله صلى الله عليه وسلم يديه حتى رؤي بياض
في شيء من دعا ئه إلا في الإستسقاء
Rasulullah
Saw. Tidak menganangkat kedua tangan ketika dalam berdo’anya selain dalam
shalat istisqa’ (shalat minta hujan), dan beliau mengangkat kedua tangannya
sehingga tampak putih kedua ketiaknya.
seperti hadist diatas. Hadis
tentang hal ini dari Nabi kurang lebih dari seratus hadis. Dimana masing-masing
dalam hadis itu tersirat makna Rasulullah Saw mengangkat kedua tangannya ketika
berdo'a.
Imam Al-suyhuti mengatakan, bahwa
hadis-hadis ini telah dihimpunnya dalam satu juz namun dalam pembahasan yang
berbeda-beda, setiap masalah secara kuantitatif tidak mencapai tingkat
mutawatir, namun dari makna yang tersirat dalam dalam hadis-hadis tersebut
(Nabi Saw mengangkat kedua tangannya sewaktu berdo'a) ditinjau dari sisi
terhimpunnya hadis-hadis, hal itu dapat mencapai tingkat mutawatir maknawi.[6]
Hadist yang semakna dengan
hadist diatas antara lain hadist-hadist Yang ditakhrij oleh imam Ahmad,
al-Hakim, dan Abu Daud yang berbunyi:
كان يرفع يديه حذو
منكبيه.
yang
artinya: Rasulullah Saw mengangkat kedua tangan sejajar kedua dengan kedua
pundaknya.[7]
- Mutawatir amali
Yaitu amalan agama (ibadah)
yang dikerjakan Rasulullah Saw, kemudian di ikuti para shahabat, lalu para
tabi’in, dan seterusnya sampai pada generasi kita sekarang ini. Contohnya
adalah jumlah rakaat dan waktu shalat fardhu. Walaupun periwayatan verbalnya
tidak mencapai mutawatir tetapi secara amali telah menjadi ijma’ al-Ummah. dari
hadis mutawatir, sama kedudukannya dengan keyakinan yang diperoleh melalui
kesaksian langsung dengan panca indra, oleh karena itu ia berfaidah sebagai
ilmu dharuri (pengetahuan yang mesti diterima), sehingga membawa keyakinan yang
qath’i. oleh karena itu petunjuk yang diperoleh dari hadist mutawatir wajib
diamalkan.[8]
C. Kitab-kitab tentang
Hadits-hadits Mutawatir
Sebagaimana
ulama’ telah mengumpulkan hadits-hadits mutawatir dalam kitab tersendiri.
Diantara kitab-kitab tersebut adalah:
1.
Al-Azhar
Al-Mutanatsirah fi Al-Akhbar Al-Mutawatirah, karya As-suyhuti, berurutan
berdasarkan kitab.
2.
Qath
Al-Azhar, karya As-Suyhuti, ringkasan kitab diatas.
3.
Al-La’ali’
Al-Mutanatsirah fi Al-Akhbar Al-Mutawatirah, karya Abu Abdillah Muhammad bin
Thulun Ad-Damsyqi
4.
Nazhm
Al-Mutanatsirah mim Al-Hadits Al-Mutawatirah karya Muhammad Ja’far Al-Kattani.
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah pemakalah paparkan di atas dapat diambil
beberapa kesimpulan, diantaranya adalah:
Hadits mutawatir ditinjau secara
etimologi diambil dari isim fa'il yang diambil dari masdar lafadz at-tawatur
maksudnya at-tatabu' yang berarti beriring-iringan atau
terus menerus, sedangkan hadis mutawatir ditinjau secara terminologi ialah
hadits yang diriwayatkan oleh segolongan rawi banyak, dimana materi atau esensi
hadits tersebut bersifat indrawi, yang mana menurut rasio atau logika para
perawi tersebut mustahil melakukan konspirasi kebohongan.
Klasifikasi hadits mutawatir
menurut ilmu hadist terbagi menjadi tiga yaitu: Mutawatir lafdzi, Mutawatir
maknawi,
Mutawatir amali.
Kitab-kitab yang menjelaskan
hadits mutawatir secara tersendiri yaitu: Al-Azhar
Al-Mutanatsirah fi Al-Akhbar Al-Mutawatirah, karya As-suyhuti, Qath Al-Azhar,
karya As-Suyhuti, Al-La’ali’ Al-Mutanatsirah fi Al-Akhbar Al-Mutawatirah, karya
Abu Abdillah Muhammad bin Thulun Ad-Damsyqi, Nazhm Al-Mutanatsirah mim
Al-Hadits Al-Mutawatirah karya Muhammad Ja’far Al-Kattani.
DAFTAR PUSTAKA
Thahan,
Mahmud, Taysir Mustholah al-Hadis, Beirut: Dar
al-Fikr,
Prof. Dr. Muhammad Alawi Al-Maliki, Ilmu Usul Hadis, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2006,
Rahman, Fathur, Ikhtisar Musthalahul Hadist, Bandung: al-Ma’arif,
1987,
Soetari, Endang, Ilmu Hadis: Kajian Diriwayah
dan Dirayah, Bandung: Mimbar Pustaka,
Sunan Ampel, MKD
IAIN, Ilmu Kalam, (Surabaya: IAIN SA Press, 2011),
No comments:
Post a Comment