BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Organisasi
terdiri dari berbagai macam komponen yang berbeda dan saling memiliki
ketergantungan dalam proses kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Perbedaan
yang terdapat dalam organisasi seringkali menyebabkan terjadinya ketidakcocokan
yang akhirnya menimbulkan konflik. Konflik dapat menjadi masalah yang serius
dalam setiap organisasi, jika konflik tersebut dibiarkan berlarut-larut tanpa
penyelesaian. Konflik dalam organisasi sering dilihat sebagai sesuatu yang
negatif. Akan tetapi tidak semua konflik merugikan, asalkan konflik tersebut
ditata dengan baik maka dapat menguntungkan organisasi.
Manajemen
konflik adalah proses mengidentifikasi dan menangani konflik secara bijaksana, adil,
dan efisien dengan tiga bentuk metode pengelolaan konflik yaitu stimulasi
konflik, Pengurangan/penekanan konflik dan penyelesaian konflik. Pengelolaan
konflik membutuhkan keterampilan seperti berkomunikasi yang efektif, pemecahan
masalah, dan bernegosiasi dengan fokus pada kepentingan organisasi. Konfik
sebenarnya bisa baik (fungsional) yang dapat mendorong meningkatkan
produktivitas apabila konflik tersebut dapat dikelola dengan baik. Namun
konflik biasanya sebagai sesuatu yang salah (disfungtional) yang dapat
merusak dan menyebabkan produktivitas menurun.
Banyak sekali
bahasan mengenai konflik dalam organisasi. Namun tentunya tidak semua lingkup akan
dibahas dalam makalah ini.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa definisi konflik?
2.
Apa faktor-faktor timbulnya konflik?
3.
Apa saja jenis-jenis konflik?
4.
Bagaimana cara menyelesaikan konflik?
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Definisi Konflik
Stephen P.
Robbins dalam bukunya
perilaku Organisasi (Organizational Behavior) menjelaskan bahwa terdapat
banyak definisi konflik. Meskipun makna yang diperoleh definisi itu
berbeda-beda, beberapa tema umum mendasari sebagian besar dari definisi
tersebut. Konflik harus dirasakan oleh pihak-pihak yang terlibat; apakah
konflik itu ada atau tidak ada merupakan persoalan persepsi. Jika tidak ada
yang menyedari akan adanya konflik, secara umum lalu disepakati konflik tidak
ada. kesamaan lain dari definisi-definisi tersebut adalah pertentangan atau
ketidakselarasan dan bentuk-bentuk interaksi. Beberapa faktor ini menjadi
kondisi yang merupakan titik awal proses konflik.
Lebih jauh Robbins
menulis bahwa sebuah konflik harus dianggap sebagai "ada" oleh
pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Dengan demikian apakah konflik itu ada
atau tidak ada, adalah masalah "persepsi" dan bila tidak ada seorangpun
yang menyadari bahwa ada konflik, maka dapat dianggap bahwa konflik tersebut
memang tidak ada. Tentu saja ada konflik yang hanya dibayangkan ada sebagai
sebuah persepsi ternyata tidak riil. Sebaliknya dapat terjadi bahwa ada
situasi-situasi yang sebenarnya dapat dianggap sebagai "bernuansa
konflik" ternyata tidak dianggap sebagai konflik karena anggota-anggota
kelompok tidak menganggapnya sebagai konflik. Selanjutnya, setiap kita membahas
konflik dalam organisasi kita, konflik selalu diasosiasikan dengan antara lain,
"oposisi" (lawan), "kelangkaan", dan "blokade".
Jadi, kita
dapat mendefinisikan konflik (conflict) sebagai sebuah proses yang
dimulai ketika suatu
pihak memiliki
persepsi bahwa pihak lain telah memengaruhi secara negatif, sesuatu yang menjadi
kepedulian atau kepentingan pihak pertama. Definisi ini mencakup beragam
konflik yang orang alami dalam organisasi ketidakselarasan tujuan, perbedaan
interpretasi fakta, ketidaksepahaman yang disebabkan oleh ekspektasi perilaku,
dan sebagainya. Selain itu, definisi lain cukup fleksibel untuk mencakup
beragam tingkatan konflik-dari tindakan terang-terangan dan keras sampai ke
bentuk-bentuk ketidaksepakatan yang tidak terlihat.[1]
Definisi
konflik menurut para ahli :
Menurut Killman
dan Thomas (1978), konflik merupakan kondisi terjadinya ketidakcocokan antar
nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri individu
maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang telah dikemukakan
tersebut dapat mengganggu bahkan menghambat tercapainya emosi atau stres yang
mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja
Menurut Wood,
Walace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, dan Osborn (1998:580) yang dimaksud dengan
konflik (dalam ruang lingkup organisasi) adalah: Conflict is a situation which
two or more people disagree over issues of organisational substance and/or
experience some emotional antagonism with one another.Yang kurang lebih
memiliki arti bahwa konflik adalah suatu situasi dimana dua atau banyak orang
saling tidak setuju terhadap suatu permasalahan yang menyangkut kepentingan
organisasi dan/atau dengan timbulnya perasaan permusuhan satu dengan yang
lainnya.
Menurut Stoner
konflik organisasi adalah mencakup ketidaksepakatan soal alokasi sumberdaya
yang langka atau peselisihan soal tujuan, status, nilai, persepsi, atau
kepribadian.[2]
B.
Faktor-faktor Timbulnya konflik
Konflik di
dalam organisasi dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:[3]
1.
Faktor Manusia
a.
Ditimbulkan oleh atasan, terutama karena gaya kepemimpinannya.
b.
Personil yang mempertahankan peraturan-peraturan secara kaku.
c.
Timbul karena ciri-ciri kepriba-dian individual, antara lain sikap
egoistis, temperamental, sikap fanatik, dan sikap otoriter
2.
Faktor Organisasi
a.
Persaingan dalam menggunakan sumberdaya.Apabila sumberdaya baik berupa
uang, material, atau sarana lainnya terbatas atau dibatasi, maka dapat timbul
persaingan dalam penggunaannya. Ini merupakan potensi terjadinya konflik antar
unit/departemen dalam suatu organisasi.
b.
Perbedaan tujuan antar unit-unit organisasi.Tiap-tiap unit dalam
organisasi mempunyai spesialisasi dalam fungsi, tugas, dan bidangnya. Perbedaan
ini sering mengarah pada konflik minat antar unit tersebut. Misalnya, unit
penjualan menginginkan harga yang relatif rendah dengan tujuan untuk lebih
menarik konsumen, sementara unit produksi menginginkan harga yang tinggi dengan
tujuan untuk memajukan perusahaan.
c.
Interdependensi tugas.Konflik terjadi karena adanya saling
ketergantungan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Kelompok yang satu
tidak dapat bekerja karena menunggu hasil kerja dari kelompok lainnya.
d.
Perbedaan nilai dan persepsi.Suatu kelompok tertentu mempunyai
persepsi yang negatif, karena merasa mendapat perlakuan yang tidak “adil”. Para
manajer yang relatif muda memiliki presepsi bahwa mereka mendapat tugas-tugas
yang cukup berat, rutin dan rumit, sedangkan para manajer senior men¬dapat
tugas yang ringan dan sederhana.
e.
Kekaburan yurisdiksional. Konflik terjadi karena batas-batas aturan
tidak jelas, yaitu adanya tanggung jawab yang tumpang tindih.
f.
Masalah “status”. Konflik dapat terjadi karena suatu unit atau
departemen mencoba memperbaiki dan meningkatkan status, sedangkan
unit/departemen yang lain menganggap sebagai sesuatu yang mengancam posisinya
dalam status hirarki organisasi.
g.
Hambatan komunikasi. Hambatan komunikasi, baik dalam perencanaan,
pengawasan, koordinasi bahkan kepemimpinan dapat menimbulkan konflik antar
unit/ departemen.
h.
Perbedaan individu yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki
pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan
pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat
menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial,
seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung
pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan
berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang
merasa terhibur.
i.
Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk
pribadi-pribadi yang berbeda Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan
pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang
berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat
memicu konflik.
j.
Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok Manusia
memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda.
Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok
memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal
yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda.
k.
Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan
itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu
terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami
proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab
nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian
secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang
berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja
dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya.Hubungan kekerabatan
bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal
perusahaan.Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai
tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian
waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri.
Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat
kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya
penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan
kehiodupan masyarakat yang telah ada.
C.
Jenis-jenis Konflik
Konflik itu
mempunyai banyak jenis seperti yang dikatakan James A.F. Stoner dan Charles
Wankel dikenal ada lima jenis konflikyaitu konflik intrapersonal, konflik
interpersonal, konflik antar individu dan kelompok, konflik antar kelompok dan
konflik antar organisasi.
1.
Konflik Intrapersonal
Konflik intrapersonal adalah konflik seseorang dengan dirinya
sendiri. Konflik terjadi bila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua
keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus. Sebagaimana diketahui bahwa
dalam diri seseorang itu biasanya terdapat hal-hal sebagai berikut:
a.
Sejumlah kebutuhan-kebutuhan dan peranan-peranan yang bersaing.
b.
Banyaknya bentuk halangan-halangan yang bisa terjadi di antara
dorongan dan tujuan.
c.
Terdapatnya baik aspek yang positif maupun negatif yang menghalangi
tujuan tujuanyang diinginkan.
Hal-hal di atas
dalam proses adaptasi seseorang terhadap lingkungannya acap kali menimbulkan
konflik. Kalau konflik dibiarkan maka akan menimbulkan keadaan yang tidak
menyenangkan. Ada tiga macam bentuk konflik intrapersonal yaitu :
a.
Konflik pendekatan-pendekatan, contohnya orang yang dihadapkan pada
dua pilihan yang sama-sama menarik.
b.
Konflik pendekatan penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan
pada dua pilihan yang sama menyulitkan.
c.
Konflik penghindaran-penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan
pada satu hal yang mempunyai nilai positif dan negatif sekaligus.
2.
Konflik Interpersonal
Konflik Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan
orang lain karena pertentengan kepentingan atau keinginan. Maka Hal ini sering
terjadi antara dua orang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan
lain-lain. Konflik interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang amat penting
dalam perilaku organisasi. Karena konflik semacam ini akan melibatkan beberapa
peranan dari beberapa anggota organisasi yang tidak bisa tidak akan mempngaruhi
proses pencapaian tujuan organisasi tersebut. Konflik antar individu-individu
dan kelompok-kelompok Hal ini seringkali berhubungan dengan cara individu
menghadapi tekanan-tekanan untuk mencapai konformitas, yang ditekankan kepada
mereka oleh kelompok kerja mereka.
Sebagai contoh dapat dikatakan bahwa seseorang individu dapat
dihukum oleh kelompok kerjanya karena ia tidak dapat mencapai norma-norma
produktivitas kelompok dimana ia berada.
Konflik antara kelompok dalam organisasi yang sama Konflik ini
merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam organisasiorganisasi.
Konflik antar lini dan staf, pekerja dan pekerja manajemen merupakan dua macam
bidang konflik antar kelompok. Konflik antara organisasi Contoh seperti di
bidang ekonomi dimana Amerika Serikat dan negara-negara lain dianggap sebagai
bentuk konflik, dan konflik ini biasanya disebut dengan persaingan.Konflik ini
berdasarkan pengalaman ternyata telah menyebabkan timbulnya pengembangan
produk-produk baru, teknologi baru dan servis baru, harga lebih rendah dan
pemanfaatan sumber daya secara lebih efisien.
3.
Konflik Antar Perorangan
Konflik antar perorangan terjadi antara satu individu dengan
individu lain atau lebih. Konflik ini biasanya disebabkan oleh adanya perbedaan
sifat dan perilaku setiap orang dalam organisasi. Hal ini biasanya pernah
dialami oleh setiap anggota organisasi baik hanya dirasakan sendiri maupun
ditunjukkan dengan sikap. Misalnya seorang manajer pemasaran merasa tidak
senang dengan hasil kerja manajer produksi. Akan tetapi perasaan ini tidak
selalu dilakukan secara terbuka tapi bisa juga secara diam-diam. Apabila ini
berlangsung lebih lama, bisa menyebabkan ketidak selarasan dalam pengambilan
keputusan
4.
Konflik Antar Kelompok
Konflik antar perorangan terjadi antara satu individu dengan
individu lain atau lebih. Tingkat lainnya dalam konflik di organisasi adalah
konflik antar kelompok. Seperti diketahui bahwa sebuah organisasi terbentuk
dari beberapa kelompok kerja yang terdiri dari banyak unit. Apabila diantara
unit-unit disuatu kelompok mengalami pertentangan dengan unit-unit dari kelompok
lain maka manajer merupakan pihak yang harus bisa menjadi penghubung antara
keduanya. Hubungan pertentangan ini apabila dipertahankan maka akan menjadi
koordinasi dan integrasi kegiatan-kegiatan menjadi sulit.
5.
Konflik Antar Organisasi
Konflik juga bisa terjadi antara organisasi yang satu dengan yang
lain. Hal ini tidak selalu disebabkan oleh persaingan dari
perusahaan-perusahaan di pasar yang sama. Konflik ini bisa terjadi karena
adanya ketidak cocokan suaut badan terhadap kinerja suatu organisasi.
Sebagai contoh badan serikat pekerja di cocok dengan perlakuan
suatu perusahaan terhadap pekerja yang menjadi anggota serikatnya. Konflik ini
dimulai dari ketidak sesuaian antara para manajer sebagai individu yang
mewakili organisasi secara total. Pada situasi konflik seperti ini para manajer
tingkat menengah kebawah bisa berperan sebagai penghubung-penghubung dengan
pihak luar yang berhubungan dengan bidangnya.
Apabila konflik ini bisa diselesaikan dengan prioritas
keorganisasian atau perbaikan pada kegiatan organisasi, maka konflik-konflik
bisa dijadikan perbaikan demi kemajuan organisasi.[4]
D.
Cara Penyelesaian Konflik
Menurut
Stevenin terdapat lima langkah meraih kedamaian dalam konflik. Apa pun sumber
masalahnya, lima langkah berikut ini bersifat mendasar dalam mengatasi
kesulitan:[5]
1.
Pengenalan
Kesenjangan
antara keadaan yang ada diidentifikasi dan bagaimana keadaan yang
seharusnya.Satu-satunya yang menjadi perangkap adalah kesalahan dalam
mendeteksi (tidak mempedulikan masalah atau menganggap ada masalah padahal sebenarnya
tidak ada).
2.
Diagnosis
Inilah
langkah yang terpenting. Metode yang benar dan telah diuji mengenai siapa, apa,
mengapa, dimana, dan bagaimana berhasil dengan sempurna. Pusatkan perhatian
pada masalah utama dan bukan pada hal-hal sepele.
3.
Menyepakati suatu solusi
Kumpulkanlah
masukan mengenai jalan keluar yang memungkinkan dari orang-orang yang terlibat
di dalamnya.Saringlah penyelesaian yang tidak dapat diterapkan atau tidak
praktis. Jangan sekali-kali menyelesaikan dengan cara yang tidak terlalu baik.
Carilah yang terbaik.
4.
Pelaksanaan
Ingatlah
bahwa akan selalu ada keuntungan dan kerugian. Hati-hati, jangan biarkan
pertimbangan ini terlalu mempengaruhi pilihan dan arah kelompok.
5.
Evaluasi
Penyelesaian
itu sendiri dapat melahirkan serangkaian masalah baru. Jika penyelesaiannya
tampak tidak berhasil, kembalilah ke langkah-langkah sebelumnya dan cobalah
lagi.
Menurut
Wijono strategi mengatasi konflik, yaitu:
a.
Strategi Mengatasi Konflik Dalam Diri Individu (Intra individual
Conflict)
Menurut Wijono untuk mengatasi konflik dalam diri individu
diperlukan paling tidak tujuh strategi yaitu:
1)
Menciptakan kontak dan membina hubungan
2)
Menumbuhkan rasa percaya dan penerimaan
3)
Menumbuhkan kemampuan /kekuatan diri sendiri
4)
Menentukan tujuan
5)
Mencari beberapa alternative
6)
Memilih alternate
7)
Merencanakan pelaksanaan jalan keluar
b.
Strategi Mengatasi Konflik Antar Pribadi (Interpersonal Conflict)
Menurut Wijono (1993 : 66-112), untuk mengatasi konflik dalam diri
individu diperlukan paling tidak tiga strategi yaitu:
1)
Strategi Kalah-Kalah (Lose-Lose Strategy)
Beorientasi pada dua individu atau kelompok yang sama-sama
kalah.Biasanya individu atau kelompok yang bertikai mengambil jalan tengah
(berkompromi) atau membayar sekelompok orang yang terlibat dalam konflik atau
menggunakan jasa orang atau kelompok ketiga sebagai penengah.
Dalam strategi kalah-kalah, konflik bisa diselesaikan dengan cara
melibatkan pihak ketiga bila perundingan mengalami jalan buntu. Maka pihak
ketiga diundang untuk campur tangan oleh pihak-pihak yang berselisih atau
barangkali bertindak atas kemauannya sendiri.
2)
Strategi Menang-Kalah (Win-Lose Strategy)
Dalam strategi saya menang anda kalah (win lose strategy),
menekankan adanya salah satu pihak yang sedang konflik mengalami kekalahan
tetapi yang lain memperoleh kemenangan.Beberapa cara yang digunakan untuk
menyelesaikan konflikdengan win-lose strategy dapat melalui:
a)
Penarikan diri, yaitu proses penyelesaian konflik antara dua atau
lebih pihak yang kurang puas sebagai akibat dari ketergantungan tugas (task
independence).
b)
Taktik-taktik penghalusan dan damai, yaitu dengan melakukan
tindakan perdamaian dengan pihak lawan untuk menghindari terjadinya konfrontasi
terhadap perbedaan dan kekaburan dalam batas-batas bidang kerja (jurisdictioanal
ambiquity).
c)
Bujukan, yaitu dengan membujuk pihak lain untuk mengubah posisinya
untuk mempertimbangkan informasi-informasi faktual yang relevan dengan konflik,
karena adanya rintangan komunikasi (communication barriers).
d)
Taktik paksaan dan penekanan, yaitu menggunakan kekuasaan formal
dengan menunjukkan kekuatan (power) melalui sikap otoriter karena
dipengaruhi oleh sifat-sifat individu (individual traits).
e)
Taktik-taktik yang berorientasi pada tawar-menawar dan pertukaran
persetujuan sehingga tercapai suatu kompromi yang dapat diterima oleh dua belah
pihak, untuk menyelesaikan konflik yang berkaitan dengan persaingan terhadap
sumber-sumber (competition for resources) secara optimal bagi pihak-pihak yang
berkepentingan.
3)
Strategi Menang-Menang (Win-Win Strategy)
Penyelesaian yang dipandang manusiawi, karena menggunakan segala
pengetahuan, sikap dan keterampilan menciptakan relasi komunikasi dan interaksi
yang dapat membuat pihak-pihak yang terlibat saling merasa aman dari ancaman,
merasa dihargai, menciptakan suasana kondusif dan memperoleh kesempatan untuk
mengembangkan potensi masing-masing dalam upaya penyelesaian konflik. Jadi
strategi ini menolong memecahkan masalah pihak-pihak yang terlibat dalam
konflik, bukan hanya sekedar memojokkan orang.
Strategi menang-menang jarang dipergunakan dalam organisasi dan
industri, tetapi ada dua cara didalam strategi ini yang dapat dipergunakan
sebagai alternatif pemecahan konflik interpersonal yaitu:
a)
Pemecahan masalah terpadu (Integrative Problema Solving)
Usaha untuk menyelesaikan secara mufakat atau memadukan kebutuhan-kebutuhan
kedua belah pihak.
b)
Konsultasi proses antar pihak (Inter-Party Process Consultation)
Dalam penyelesaian melalui konsultasi proses, biasanya ditangani oleh konsultan
proses, dimana keduanya tidak mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan konflik
dengan kekuasaan atau menghakimisalah satu atau kedua belah pihak yang terlibat
konflik
4)
Strategi Mengatasi Konflik Organisasi (Organizational Conflict)
Menurut Wijono (1993, pp.113-125), ada beberapa strategi yang bisa dipakai
untuk mengantisipasi terjadinya konflik organisasi diantaranya adalah:
a)
Pendekatan Birokratis (Bureaucratic Approach)
Konflik muncul karena adanya hubungan birokratis yang terjadi
secara vertikal dan untuk menghadapi konflik vertikal model ini, manajer
cenderung menggunakan struktur hirarki (hierarchical structure) dalam
hubungannya secara otokritas. Konflik terjadi karena pimpinan berupaya
mengontrol segala aktivitas dan tindakan yang dilakukan oleh bawahannya.
Strategi untuk pemecahan masalah konflik seperti ini biasanya dipergunakan
sebagai pengganti dari peraturan-peraturan birokratis untuk mengontrol pribadi
bawahannya. Pendekatan birokratis (Bureaucratic Approach) dalam
organisasi bertujuan mengantisipasi konflik vertikal (hirarkie) didekati
dengan cara menggunakan hirarkistruktural (structural hierarchical).
b)
Pendekatan Intervensi Otoritatif Dalam Konflik Lateral (Authoritative
Intervention in Lateral Conflict)
Bila terjadi konflik lateral, biasanya akan diselesaikan sendiri
oleh pihak-pihak yang terlibat konflik. Kemudian jika konflik tersebut ternyata
tidak dapat diselesaikan secara konstruktif, biasanya manajer langsung
melakukan intervensi secara otoratif kedua belah pihak.
c)
Pendekatan Sistem (System Approach)
Model pendekatan perundingan menekankan pada masalah-masalah
kompetisi dan model pendekatan birokrasi menekankan pada kesulitan-kesulitan
dalam kontrol, maka pendekatan sistem (system Approach) adalah
mengkoordinasikan masalah-masalah konflik yang muncul.
Pendekatan ini menekankan pada hubungan lateral dan horizontal
antara fungsi-fungsi pemasaran dengan produksi dalam suatu organisasi.
d)
Reorganisasi Struktural (Structural Reorganization)
Cara pendekatan dapat melalui mengubah sistem untuk melihat
kemungkinan terjadinya reorganisasi struktural guna meluruskan perbedaan
kepentingan dan tujuan yang hendak dicapai kedua belah pihak, seperti membentuk
wadah baru dalam organisasi non formal untuk mengatasi konflik yang
berlarut-larut sebagai akibat adanya saling ketergantungan tugas (task interdependence)
dalam mencapai kepentingan dan tujuan yang berbeda sehingga fungsi organisasi
menjadi kabur.[6]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Kita dapat mendefinisikan konflik (conflict) sebagai sebuah
proses yang dimulai ketika suatu pihak memiliki persepsi bahwa pihak lain telah
memengaruhi secara negatif, sesuatu yang menjadi kepedulian atau kepentingan
pihak pertama. Definisi ini mencakup beragam konflik yang orang alami dalam
organisasi ketidakselarasan tujuan, perbedaan interpretasi fakta, ketidaksepahaman
yang disebabkan oleh ekspektasi perilaku, dan sebagainya. Selain itu, definisi
lain cukup fleksibel untuk mencakup beragam tingkatan konflik-dari tindakan
terang-terangan dan keras sampai ke bentuk-bentuk ketidaksepakatan yang tidak
terlihat.
2.
Konflik di dalam organisasi dapat disebabkan oleh faktor-faktor
sebagai berikut:
a.
Faktor Manusia
b.
Faktor Organisasi
3.
Konflik itu mempunyai banyak jenis seperti yang dikatakan James
A.F. Stoner dan Charles Wankel dikenal ada lima jenis konflik yaitu konflik intrapersonal,
konflik interpersonal, konflik antar individu dan kelompok, konflik antar
kelompok dan konflik antar organisasi.
4.
Menurut Stevenin terdapat lima langkah meraih kedamaian dalam
konflik. Apa pun sumber masalahnya, lima langkah berikut ini bersifat mendasar
dalam mengatasi kesulitan:
a.
Pengenalan
b.
Diagnosis
c.
Menyepakati suatu solusi
d.
Pelaksanaan
e.
Evaluasi
MANTBAS SEKALI BROW TKS ALOT
ReplyDelete