BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Organisasi adalah sesuatu yang abstrak (kasat mata), walaupun banyak orang
yang bekerja dan hidup dari organisasi namun tidak seorangpun yang pernah
melihat atau menyentuh organisasi. Kita bisa melihat barang atau merasakan
manfaat jasa yang diberikan oleh suatu organisasi, bahkan mengenal siapa saja
yang bekerja di dalamnya, tetapi jarang sekali kita mengetahui apa alasan dan
motivasi organisasi tersebut menyediakan barang/jasa itu, atau bagaimana cara
mengontrol dan mempengaruhi para anggotanya. Semua itu tidaklah terlihat oleh
mata banyak orang yang berada di luar organisasi tersebut.
Sepintas pengorganisasian adalah biasa dan lumrah dibicarakan. Yang tidak biasa
adalah kenyataan sukarnya kualitas sempurna pengorganisasian dicapai. Hal
tersebut, karena salah satu unsur yang termasuk sumber daya tidak lain
yaitu manusia, bahkan manusia dalam keberadaannya sangat vital.
Sayangnya yang berjuluk manusia itu rakus sebagaimana ilmu ekonomi menyebut
homo economicus.
Kerakusan yang menjadi penyebab inti bekerjasama didominasi kepentingan
pribadi. Berbeda dengan ilmu ekonomi, manusia dijuluki ilmu manajemen
sebagai homo oeconomicus yang senang bekerjasama. Kiranya
aoptimalisasi kualitas pengorganisasian dapat kita tempuh dengan cara mengelola
manusia rakus sedemikian rupa hingga bekerjasama mencapai tujuan yang
ditetapkan. Hal inilah yang melatarbelakangi disusunnya makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari pengorganisasian dan
proses pengorganisasian?
2. Bagaimana struktur organisasi?
3. Bagaimana wewenang dan kekuasaan dalam
pengorganisasian?
4. Bagaimana penjalasan dari sentralisasi dan
desentralisasi?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pengorganisasian dan Proses
Pengorganisasian
Kata organisasi berasal dari bahasa Inggris organization yang bentuk
invinitifnya adalah to organize. Kata tersebut berasal dari kata Yunani organen
yang berarti sebagian atau susunan.[1]
Kata to organize artinya menyusun
atau mengatur bagian-bagian yang berhubungan satu sama lain, yang tiap-iap
bagian mempunyai fungsi tersendiri sesuai dengan kapasitasnya.
Organisasi adalah struktur antar hubungan pribadi yang berdasar atas dasar
wewenang formal dan kebiasaan dalam suatu system administraasi.dalam organisasi
terdapat susunan orang yang diberi tugas dan wewenang yang berbeda-beda yang
disebut dengan struktur organisasi. Garis hierarkisnya menunjukkan jabatan,
tugas, dan wewenang masing-masing, tetapi dalam pelaksanan program organisasi
selalu ada hubungan fungsional organik.[2]
Sedangkan istilah pengorganisasian mempunyai bermacam-macam pengertian.
Istilah tersebut dapat digunakan untuk menunjukkan hal-hal berikut ini:
1. Cara manajemen merancang struktur formal untuk
penggunaan yang paling efektif sumber daya-sumber daya keuangan, phisik, bahan
baku, dan tenaga kerja organisasi;
2. Bagaimana organisasi mengelompokkan
kegiatan-kegiatanny, dimana setiap pengelompokkan diikuti dengan penugasan
seorang manajer yang diberi wewenang untuk mengawasi anggota-anggota kelompok;
3. Hubungan-hubungan antara fungsi-fungsi,
jabatan-jabatan, tugas-tugas, dan para karyawan;
4. Cara dalam mana para manajer membagi lebih
lanjut tugas-tugas yang harus dilaksanakan dalam departemen mereka dan
mendelegasikan wewenang yang diperlukan untuk mengerjakan tugas tersebut.
Pengorganisasian merupakan suatu proses untuk merancang struktur formal,
mengelompokkan dan mengatur serta membagi tugas-tugas atau pekerjaan diantara
para anggota organisas, agar tujuan organisasi dapat dicapai dengan efisien.
Proses pengorganisasian dapat ditunjukkan dengan tiga langkah prosedur berikut
ini:
1. Perincian seluruh pekerjaan yang harus
dilaksanakan untuk mencapai tujuan organisasi;
2. Pembagian beban pekerjaan total menjadi
kegiatan-kegiatan yang secara logik dapat dilaksanakan oleh satu orang.
Pembagian kerja sebaiknya tidak terlalu berat sehingga tidak dapat
diselesaikan, atau terlalu ringan sehingga ada waktu menganggur, tidak efisien
dan terjadi biaya yang tidak perlu.
3. Pengadaan dan pengembangan suatu mekanisme
untuk mengkoordinasikan pekerjaan para anggota organisasi menjadi kesatuan yang
terpadu dan harmonis. Mekanisme pengkoordinasian ini akan membuat para anggota
organisasi menjaga perhatiannya pada tujuan organisasi dan mengurangi ketidak
efisienan dan konflik-konflik yang merusak.
Pelaksanaaan proses pengorganisasian yang sukses, akan membuat suatu
organisasi dapat mencapai tujuannya. Proses ini akan tercemin pada struktur
organisasi yang mencakup aspek-aspek penting organisasi dan proses
pengoraganisasian, yaitu: 1) pembagian kerja, 2) departementalisasi (atau
sering disebut dengan istilah departementasi), 3) bagan organisasi
formal, 4) rantai perintah dan kesatuan perintah, 5) tingkat-tingkat hirarki
manajemen, 6) saluran komunikasi, 7) penggunaan komite, 8) rentang manajemen
dan kelompok-kelompok informal yang tak dapat dihindarkan.[3]
B.
Struktur Organisasi
Struktur Organisasi (disain organisasi) dapat didefinisikan sebagai
mekanisme-mekanisme formal dengan mana organisasi dikelola. Struktur organisasi
menunjukkan kerangka dan susunan perwujudan pola tetap hubungan-hubungan di antara
fungsi-fungsi, bagian-bagian, atau posisi-posisi, maupun orang-orang yang
menunjukkan kedudukan, tugas wewenang dan tanggung jawab yang berbeda-beda
dalam suatu organisasi. Struktur ini mengandung unsure-unsur spesialisasi
kerja, standardisasi, koordinasi sentralisasi atau desentralisasi dalam
pembuatan keputusan dan besaran (ukuran) satuan kerja.
Adapun faktor-faktor utama yang menentukan perancangan struktur organisasi
adalah sebagai berikut:
1. Strategi organisasi untuk mencapai tujuannya.
Chester I. Barnard (1962) dalam bukunnya in the History of the American
Industrial Enterprise telah menjelaskan hubungan strategi dan struktur
organisasi dalam studinya pada perusahaan-perusahaan industry di Amerika. Dia
pada dasarnya menyimpulkan bahwa “struktur mengikuti strategi”. Strategi akan
menjelaskan bagaimana aliran wewenang dan saluran komunikasi dapat disusun
diantara para manajer dan bawahan. Aliran kerja sangat dipengaruhi strategi,
sehingga bila strategi berubah maka struktur organisasi juga akan berubah;
2. Teknologi yang digunakan. Perbedaan teknologi
yang digunakan untuk memproduksi barang-barang atau jasa akan membedakan bentuk
struktur organisasi;
3. Anggota (karyawan) dan orang-orang yang
terlibat dalam organisasi. Kemampuan dan cara berpikir para anggota, serta
kebutuhan mereka untuk bekerjasama harus diperhatikan dalam merancang struktur
organisasi. Kebutuhan manajer dalam pembuatan keputusan juga akan mempengaruhi
saluran komunikasi, wewenang dan hubungan di antara satuan-satuan kerja pada
rancangan struktur organisasi. Disamping itu, orang-orang di luar oraganisasi
perlu dipertimbangankan dalam penyusunan struktur;
4. Ukuran organisasi. Besarnya organisasi secara
keseluruhan maupun satuan-satuan kerjanya akan sangat mempengaruhi struktur
organisasi. Semakin besar ukuran organisasi, struktur organisasi akan semakin
kompleks, dan harus dipilih bentuk struktur yang tepat.
Sedangkan unsur-unsur struktur organisasi terdiri
dari:
1. Spesialisasi kegiatan berkenaan dengan
spesifikasi tugas-tugas individual dan kelompok kerja dalam organisasi
(pembagian kerja) dan penyatuan tugas-tugas tersebut menjadi satuan-satuan
kerja (departementalisasi);
2. Standardisasi kegiatan, merupakan
prosedur-prosedur yang digunakan organisasi untuk menjamin terlaksananya kegiatan
seperti yang direncanakan;
3. Koordinasi kegiatan, menunjukkan
prosedur-prosedur yang mengintegrasikan fungsi-fungsi satuan-satuan kerja dalam
organisasi;
4. Sentralisasi dan disentralisasi pembuatan
keputusan, yang meunjukkan lokasi (letak) kekuasaan pembuatan keputusan;
5. Ukuran satuan kerja menunjukkan jumlah
karyawan dalam suatu kelompok kerja.[4]
Bagan organisasi memperlihatkan susunan fungsi-fungsi,
departemen-departemen, atau posisi-posisi organisasi dan menunjukkan hubungan
di antaranya. Bagan organisasi memperlihatkan lima aspek utama suatu struktur
organisasi:
1. Pembagian kerja;
2. Manajer dan bawahan atau rantai perintah;
3. Tipe pekerjaan yang dilaksanakan;
4. Pengelompokkan segmen-segmen pekerjaan;
Henry G. Hodges mengemukakan empat bentuk bagan organisasi:
1. Bentuk pyramid;
2. Bentuk vertical;
3. Bentuk horizontal;
Rancangan struktur organisasi lembaga pendidikan dapat menggunakan
pola-pola struktur matriks yang merupakan pilihan rancangan struktur lembaga
pendidikan yang populer dengan menggabungkan dua bentuk departementalisasi,
yaitu fungsional dan produk. Kekuatan departementalisasi fungsional terletak
pada penempatan para spesialis yang serupa secara bersama, dan meminimalkan
jumlah yang diperlukan, serta memungkinkan pengumpulan dan penggunaan bersama
sumber daya khusus untuk semua produk. Sedangkan, departementalisasi produk
memudahkan koordinasi di antara para spesialis untuk mencapai penyelesaian
tepat waktu dan memenuhi target anggaran. Lebih lanjut, departementalisasi
produk memberikan tanggung jawab yang jelas untuk semua aktivitas yang terkait
dengan produk tertentu, tetapi menghasilkan aktivitas dan biaya ganda. Matriks
berupaya memperoleh kekuatan dari masing-masing struktur itu sambil
menghindarkan kelemahan keduannya.[7]
C.
Wewenang dan Kekuasaan dalam Pengorganisasian
Wewenang (authority) adalah hak untuk melakukan sesuatu atau
memerintah orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu agar tercapai tujuan tertentu. Ada dua
pandangan yang saling berlawanan mengenai sumber wewenang, yaitu 1) teori
formal (atau sering disebut pandangan kalsik) dan 2) teori penerimaan.
Pandangan wewenang formal menyebutkan bahwa wewenang adalah dianugrahkan;
wewenang ada karena seseorang diberi aau dilimpahi atau diwarisi hal tersebut. Sedangkan,
pandangan teori penerimaan (acceptance theory of authority) menyanggah
pendapat bahwa wewenang dapat dianugrahkan. Teori penerimaan (aliran perilaku)
berpendapat bahwa wewenang seseorang timbul hanya bila hal itu diterima oleh
kelompok atau individual kepada siapa wewenang tersebut dijalankan. Pandangan
ini menyatakan kunci dasar wewenang ada dalam yang dipengaruhi (influencee)
bukan yang mempengaruhi (influencer). Jadi, wewenang itu ada atau tidak
tergantung pada penerima (receiver), yang memutuskan menerima atau
menolak.[8]
Kekuasaan (power) sering dicampur adukkan dengan wewenang. Meskipun
kekuasaan dan wewenang sering ditemui bersama, tetapi keduanya berbeda. Bila
wewenang adalah hak untuk melakukan sesuatu, kekuasaan adalah kemampuan untuk
melakukan hak tersebut. Kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi individu,
kelompok, keputusan atau kejadian. Wewenang tanpa kekuasaan atau kekuasaan
tanpa wewenang akan menyebabkan konflik dalam organisasi.
Menurut Amitai Etzioni, seorang pemimpin dapat mempengaruhi perilaku adalah
hasil dari kekuasaan posisi (kedudukan atau jabatan) atau kekuasaan pribadi
atau kombinasi dari keduanya.
Kekuasaan posisi (position power) didapat dari wewenang formal suatu
organisasi. Besarnya kekuasaan ini tergantung seberapa besar wewenang
didelegasikan kepada individu yang menduduki posisi tersebut. Kekuasaan posisi
akan semakin besar bila atasan telah mempercayai individu itu.
Kekuasaan pribadi (personal power) di lain pihak, di dapatkan dari
para pengikut dan didasarkan atas seberapa besar para pengikut mengagumi, respek
dan merasa terikat pada seorang pemimpin.
Ada banyak sumber kekuasaan. Kekuasaan dapat diklasifikasikan atas dasar
sumbernya seperti balas-jasa, paksaan, sah, pengendalian informasi, panutan,
dan ahli. Empat pertama berhubungan dengan kekuasaan posisi dan dua lainnya
kekuasaan pribadi.
Keluasan wewenang dan kekuasaan. Semua anggota organisasi mempunyai
peraturan, kode etik, atau batasan-batasan tertentu pada wewenangnya. Lingkupan
wewenang dan kekuasaan manajerial ini akan semakin luas pada manajemen puncak
suatu organisasi dan semakin menyempit pada tingkatan yang lebih endah dari
rantai komando.[9]
D.
Sentralisasi dan Desentralisasi
Faktor penting lainnya yang menentukan efektifitas organisasi adalah
derajat sentralisasi atau desentralisasi wewenang. Konsep sentralisasi seperti
konsep delegasi, berhubungan dengan derajat dimana wewenang dipusatkan atau
disebarkan. Bila delegasi biasanya berhubungan dengan seberapa jauh manajer
mendelegasikan wewenang dan tanggung jawab kepada bawahan yang secara langsung
melapor kepadanya, desentralisasi adalah konsep yang lebih luas dan berhubungan
dengan seberapa jauh manajemen puncak mendelegasikan wewenang ke bawah ke
divisi-divisi, cabang-cabang atau satuan-satuan organisasi tingkat lebih bawah
lainnya.[10]
Dalam ilmu manajemen, pengertian desentralisasi adalah delegasian wewenang
dalam membuat keputusan dan kebijakkan kepada mananjer atau orang-orang yang
membuat keputusan dan kebijakan pada manajer atau orang-orang yang berada pada
level bawah dalam suatu struktur organisasi. Adapun sentralisasi adalah pemusatan wewenang dalam pengambilan
keputusan. Seluruh cabang dan unit yang ada di bawahnya tidak memiliki wewenang
dalam membuat keputusan sebab semua keputusan, secara keseluruhan, merupakan
hak organisasi di tingkat pusat.
Dalam lembaga pendidikan, sistem sentralisasi masih berlaku, seperti
keputusan penganggaran pendidikan, naik pangkat untuk guru dan dosen golongan
IVa ke atas sepenuhnya ditentukan oleh pusat, termasuk pengangkatan pegawai.[11]
Sedangkan sistem desentralisasi lebih bersifat fungsional, misalnya setelah
dilakukan pembagian departemen yang berupa fakultas-fakultas dan jurusan, tugas
dan fungsinya akan berkaitan secara langsung dengan penyelenggaraan akademik
yang jelas.
Berkaitan dengan asas desentralisasi, berbagai lembaga pendidikan dituntut
untuk meningkatkan akuntabilitas institusinya di mata masyarakat sebagai
konsumen pendidikan. Sekolah dan penguruan tinggi memerlukan kurikulum yang
relevan memperhitungkan kebutuhan masyarakat atau sering disebut sebagai
kurikulum berbasis budaya lokal.
Lembaga pendidikan yang menerapkan asas desentralisasi akan meningkatkan
kinerja seluruh pengelolanya dan terutama para dosen dan para guru. Satu hal
lagi yang paling penting adalah membuat open manajemen dalam pertanggungjawaban
segala sesuatunya akan lebih terbuka dan ini sangat memotivasi para pendidik
untuk lebih berprestasi dalam melaksanakan tugasnya. Pada dasarnya,
desentralisasi yang dilaksanakan dalam konteks manajemen berbasis sekolah, sama
dengan pelimpahan wewenang kepada pihak penyelenggara pendidikan atau sekolah,
untuk melaksanakan fungsi-fungsi manajemennya secara terbuka menurut kebutuhan
sekolah.[12]
Keuntungan-keuntungan deentralisasi adalah sama dengan
keuntungan-keuntungan delegasi, yaitu mengurangi beban manajer pucak,
memperbaiki pembuatan keputusan karena dilakukan dekat dengan permasalahan,
meningkatkan latihan, moral dan inisiatif manajemen bawah, dan membuat lebih
fleksibel dan lebih cepat dalam pembuatan keputusan. Keuntungan-keuntungan ini
tidak berarti bahwa desentralisasi “baik” dan sentralisasi “jelek”, karena
tidak ada organisasi yang sepenuhnya dapat disentralisasi atau
didesentralisasi.[13]
BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Pengorganisasian merupakan suatu proses untuk merancang struktur formal,
mengelompokkan dan mengatur serta membagi tugas-tugas atau pekerjaan diantara
para anggota organisas, agar tujuan organisasi dapat dicapai dengan efisien.
Struktur Organisasi (disain organisasi) dapat didefinisikan sebagai
mekanisme-mekanisme formal dengan mana organisasi dikelola. Struktur organisasi
menunjukkan kerangka dan susunan perwujudan pola tetap hubungan-hubungan di
antara fungsi-fungsi, bagian-bagian, atau posisi-posisi, maupun orang-orang
yang menunjukkan kedudukan, tugas wewenang dan tanggung jawab yang berbeda-beda
dalam suatu organisasi.
Wewenang adalah hak untuk melakukan sesuatu, kekuasaan adalah kemampuan
untuk melakukan hak tersebut. Wewenang tanpa kekuasaan atau kekuasaan tanpa
wewenang akan menyebabkan konflik dalam organisasi.
Desentralisasi adalah delegasian wewenang dalam membuat keputusan dan
kebijakkan kepada mananjer atau orang-orang yang membuat keputusan dan
kebijakan pada manajer atau orang-orang yang berada pada level bawah dalam
suatu struktur organisasi. Adapun sentralisasi
adalah pemusatan wewenang dalam pengambilan keputusan.
B. Saran
Dalam
pembuatan makalah ini, kami sebagai penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan, Oleh karena itu penulis mengharapkan kepada para pembaca agar
memberikan kritik dan saran demi penyempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Lumbantoruan
Magdalena, Eksiklopedi Ekonomi Bisnis dan Manajement, Jakarta: Cipta Adi
Pustaka, 1992.
Hikmat, Manajemen
Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia, 2009.
Handoko T. Hani,
Manajemen, Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 1999.
U. Saefullah, Manajemen
Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2012.
[1] Magdalena Lumbantoruan, Eksiklopedi Ekonomi Bisnis dan Manajement,
(Jakarta: Cipta Adi Pustaka, 1992), 374.
[2] Hikmat, Manajemen Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), 177.
[3] T. Hani Handoko, Manajemen, (Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 1999),
168-169.
[4] Ibid, 168-171.
[7] U. Saefullah, Manajemen Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia,
2012), 110-111.
[8] T. Hani Handoko, Manajemen, 212.
[9] Ibid, 213-216.
[10] T. Hani Handoko, Manajemen, 228-229.
[11] Hikmat, Manajemen Pendidikan, 195.
[12] Ibid, 197-200.
No comments:
Post a Comment