Wednesday, December 16, 2015

Ayat-Ayat yang menjelaskan tujuan pendidikan



BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang

Dinamika di zaman diiringi perubahan dalam segala hal karena pendidikan disepelekan kemerosotan akhlak, moral, terjadi dimana-mana. Dalam hal ini pemuda sebagai generasi penerus bangsa telah dipengaruhi oleh gaya-gaya barat yang disebarluaskan melalui berbagai media. Seperti televisi, internet, dan lain sebagainya. Sehingga krisis akhlak melanda pada manusia terutama generasi muda sekarang ini.
Pendidikan yang ada dalam al-Qur’an tersebut adalah untuk menata kehidupan manusia supaya bisa teratur dari segi kemasyarakatan berbangsa, bernegara dan yang terpenting adalah menata kehidupan berkeluarga, karena tujuan pendidikan ini bisa dilakukan oleh manusia (orang yang berilmu dan bertaqwa) yang akan menciptakan kehidupan yang harmonis dan sejahtera. [1]
Islam juga menegaskan bahwa bukti keimanan ialah jiwa yang bersih dan bukti keislaman adalah berpendidikan dan berakhlak yang baik. Dalam makalahini kami akan mencoba membaha tentang ayat-ayat yang berkenaan dengan tujuan pendidikan.
B.            Rumusan masalah
1.             Bagaimana aya-ayat yang menjelaskan tentang tujuan pendidikan?






BAB II
PEMBAHASAN
1.             Qs. Adz- Dzariyat: 56
وَما خلقت الجنّ و الإنس إلاَّ لِيعبُدُونِ {الدريه 56}
 “Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, melainkan untuk mengabdi kepadaKu”.
Arti Mufrodat.
إِلَّا لِيَعْبُدُونِ             : melainkan supaya mereka mengenal-ku dan beribadahkepada-Ku, bukan karena Aku membutuhkan mereka.
v  Penjelasan Ayat
Ini ayat yang menjelaskan bahwasannya Rasulullah SAW supaya memberi peringatan. Sebab peringatan akan besar manfaatnya bagi orang yang beriman. Maka datanglah tambahan ayat 26 ini, bahwasannya Allah menciptakan Jin dan Manusia tidak ada guna yang lain, melainkan buat mengabdi diri kepada Allah. Jika seorang telah mengakui beriman kepada Tuhan, tidaklah dia akan mau jika hidupnya didunia ini kosong saja. Dia idak boleh mengnggur. Selama nyawa dikandung badan, manusia harus ingat bahwa tempohnya tidak boleh kosong dari pengabdian. Seluruh hidup hendaklah dijadikan ibarat.
Menurut riwayat dari Ali bin Abu Tholhah, yang diterimanya dari Ibnu Abbas, arti untuk beribadat, ialah mengakui diri budak atau hamba dari Allah, tunduk menurut kemauan Allah, baik secara sukarela atau secara terpaksa, namun kehendak Allah berlaku juga (thau’an aw karhan). Mau tidak mau diri pun hidup. Mau tidak mau kalau umur panjang mesti tua. Mau tidak mau kalau datang ajal mesti mati. Ada manusia yang hendak melakukan didalam hidup ini menurut kemauannya, namun yang berlaku ialah kemauan Allah jua.
Oleh sebab itu ayat ini memberi ingat kepada manusia bahwasannya sadar atau tidak sadar ia akan memenuhi kehendak Tuhan. Maka jalan yang lebih baik bagi manusia adalah menginsafi kegunaan hidupnya, sehingga dia pun tidak merasa keberatan lagi mengerjakan berbagai ibadat kepada Tuhan.
Apabila manusia mengenal kepada budi yang luhur, niscaya dia mengenal apa yang dinamai berterimakasih. Ada orang yang menolong kita melepaskan dari mala petaka, kita pun segera mengucapkan terimakasih! Kita mengembara di satu padang pasir. Dari sangatjauhnya perjalanan, kita kehausan, air sangat sukar. Tiba-tiba di suatu tempat yang sepi sunyi kita bertemu satu orang yang menyuruh kita berhenti berjalan sejenak.
Kita pun berhenti, dia bawakan seteguk air. Kita pun mengucapkan banyak-banyak terimakasih. Kita ucapkan terimakasih dengan merendahkan diri. Sebab kita merasa berhutang budi kepadanya. Dan tidaklah ada manusia biadab didunia yang membantah keluhuran budi orang yang berterimakasih itu.
Maka bandingkanlah semua dengan anugrah Ilahi bagi menjamin hidup kita. Sejak mulai lahir dari perut ibu sampai kepada masa habis tempoh di dunia ini dan kita menutup mata, tidaklah dapat dihitung dan dinilai betapa besar nikmat dan karunia Allah kepada kita. Maka timbullah pertanyaan. Apakah tidak patut kita berterimakasih kepadaNya atas seluruh karunia itu?
Disinilah Tuhan menjuruskan hidup kita, memberi kita pengarahan. Allah menciptakan kita, jin dan manusia tidak untuk yang lain, hanya untuk satu macam tugas saja, yaitu mengabdi, beribadat. Beribadat yaitu mengakui bahwa kita ini hambaNya, tunduk kepada kemauanNya.
Ibadat itu dimulai atau diawali dengan IMAN. Yaitu percaya bahwa ada Tuhan yang menjamin kita. Percaya akan ADANYA Allah ini saja, sudah jadi dasar pertama dari hidup itu sendiri. Maka IMAN yang telah tumbuh itu, wajib dibuktikan dengan amal yang shalih. Yaitu perbuatan baik. IMAN dan AMAL SHALIH inilah pokok ibadat. Bila kita telah mengaku iman kepada Allah, niscaya kita pun percaya kepada RasulNya. Maka pesan Allah yang disampaikan oleh Rasul itu kita perhatikan. PerintahNya kita kerjakan, laranganNya kita hentikan.
Maka dapatlah kita jadikan seluruh hidup kita ini ibadat kepada Allah. Shalat lima waktu, puasa bulan Ramadhan, berzakat kepada fakir miskin, adalah sebagian kecil dari pematri dari seluruh ibadat yang umum itu. Semuanya itu kita kerjakan, karena kita IMAN kepadaNya, dan kita pun beramal yang shalih, untuk faedah sesama kita manusia. Kalau tidak ini yang kita kerjakan, tidaklah ada artinyahidup kita yang terbatas didalam dunia ini.
Maka dapat diambil kesimpulan bahwasannya mengadakan dakwah kepada Allah tidaklah boleh berhenti, meskipun akan dituduh orang tukang sihir atau orang gila. Itu jangan diperdulikan, berpaling dari mereka dan jangan berkecil hati. Da’wah supaya diteruskan. Meskipun orang yang melampaui batas itu akan menuduh tukang sihir atau gila, namun da’wah yang baik akan diterima oleh orang yang beriman. Melakukan da’wah dijaln yng baik adalah untuk mengabdikan diri, kalau tidak beribadat kepada Allah apalah arti hidup itu. Umur terlalu pendek didunia ini. Umur yang pendek itu mesti diisi, sehingga setelah manusia mati sekalipun, namun Iman dan Amal Shalihnya masih hidup dan tetap hidup.[2]
v  Kandungan Ayat
Ayat ini dengan sangat jelas menggambarkan kepada kita bahwa tujuan penciptaan jin dan manusia tidak lain hanyalah untuk “mengabdi” kepada Allah SWT. Dalam gerak langkah dan hidup manusia haruslah senantiasa diniatkan untuk mengabdi kepada Allah. Tujuan pendidikan yang utama dalam Islam menurut Al-Qur’an adalah agar terbentuk insan-insan yang sadar akan tugas utamanya di dunia ini sesuai dengan asal mula penciptaannya. Sehingga dalam melaksanakan proses pendidikan, baik dari sisi pendidik atau anak didik, harus didasari sebagai pengabdian kepada Allah SWT semata.
Mengabdi dalam terminologi Islam sering diartikan dengan beribadah. Ibadah bukan sekedar ketaatan dan ketundukan, tetapi ia adalah satu bentuk ketundukan dan ketaatan yang mencapai puncaknya akibat adanya rasa keagungan dalam jiwa seseorang terhadap siapa yang kepadanya ia mengabdi. Ibadah juga merupakan dampak keyakinan bahwa pengabdian itu tertuju kepada yang memiliki kekuasaan yang tidak terjangkau dan tidak terbatas.[3] 
Segala aktivitas pendidikan, belajar-mengajar dan sebagainya adalah termasuk dalam kategori ibadah. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW:
طلب العلم فريضة على كل مسلم و مسلمة (رواه ابن عبد البر)
Artinya: “Menuntut ilmu adalah fardlu bagi tiap-tiap orang-orang Islam laki-laki dan perempuan.” (H.R Ibn Abdulbari).
من خرج فى طلب العلم فهو فى سبيل الله حتى يرجع (رواه الترمذى)
Artinya: “Barangsiapa yang pergi untuk menuntut ilmu, maka dia telah termasuk golongan sabilillah (orang yang menegakkan agama Allah) hingga ia sampai pulang kembali”. (H.R. Turmudzi).[4]
2.             Qs. Al- Fath: 29
مُحَمّدٌ رَسُولُ الّلهِ والّذِينَ مَعَهُ أشِدَّاءُ عَلىَ  الْكُفّارِ رُحَماَءُ بَيْنَهُمْ تَرَهُمْ  رُكَّعاً سُجَّداً يَبْتَغُونَ  فَضْلاً مِنَ اللّهِ وَ رِضْواَناً سِيْمَهُمْ فِيْ وُجُوْهِهِمْ مِنْ أَثَرِ الُّجُوْدِ ذاَلِكَ مَثَلُهُمْ فِيْ التَّوْراَةِ وَ مَثَلُهُمْ فِي الاِنْجِيْلِ كَزَرْعٍ أخْرَجَ شَطْئَهُ, فأزَرَهُ, فآسْتَغْلَظَ فآسْتَوى عَلى سُوقه يُعْجِبُ آلزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ آلكُفَّارَ وَعد آلّذِيْنَ أمَنُوا وَعَمِلُواالصَّلِحَتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيْمًا {الفتح 29}
“Muhammad adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersama dengan Dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu melihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridhoanNya. Pada wajah mereka tampak tanda-tanda bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Taurat dan sifat-sifat mereka ( yang diungkapkan) dalam Injil, yaitu seperti benih yang mengeluarkan tunasnya, kemudian tunas itu semakin kuat, lalu menjadi besar dan tegak lurus diatas batangnya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang beriman dan mengerjakan kebijakan diantara mereka, ampunan dan pahala yang besar.”
v   Mufrodath
Sedangkan firmanNya :  سيماهم في وجوههم من اثر maka, min atsarissujud, yakni, dari pengaruh (at ta’tsir ) yang ditimbulkan oleh sujud. Menurut Prof. DR. Wahhab Az-Zuhaily, maksudnya ialah bahwa pengaruh ibadah, kedamaian dan keikhlasan kepada Allah Ta’ala yang terlihat yang terlihat diwajah orang-orang mukmin. Oleh karena itu Umar bin Al-Hatthab r.a berkata : مَنْ آَصْلَحَ سَرِرَتَهُ, آَصْلَحَ اللّهُ تعالى  : barangsiapa yang baik sepak terjangnya, maka  Alah   menjanjikan baik dari pengaruh yang ditampakkannya.[5]
Al-azru artinya kekuatan, dan aazarahu berarti menguatkan dan menolongku.[6] Dan, tartera pula di dalam firman-Nya,  اكزرع آخرج شطآه فازره  seperti yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat.

v  Penjelasan Ayat
Muhammad adalah utusan Allah! Dan orang-orang ada besertanya bersikap keras terhadap orang-orang yang kafir, sayang menyayangi diantara sesama mereka. Engkau likat mereka itu ruku’, sujud mengharapkan karunia daripada Allah dan RidhoNya. Ada tanda-tanda mereka pada wajah-wajah mereka dari sebab bekas sujud, demikianlah perumpamaan mereka didalam Taurat. Dan perumpamaan mereka dalam Injil, laksana tanaman yang mengeluarkan tunasnya, maka bertumbuhlah dia, kian besar. Maka tegakkan dia diatas rumpunnya. Yang menyebabkan murka orang-orang yang tidak mau percaya. Teelah menjajikan Allah kepada orang-orang yang beriman dan beramal shalih diantara mereka itu. Akan dan pahala yang besar”.
Inilah pedoman hidup dan perjuangan bagi kaum  muslimin dalam menghadapi dunia. Kita mengakui kerosulan belia adalah dengan konsekwensinya sekali, akan meniru meneladan langkah, mencontoh sepak terjangnya, menjunjung tinggi sunnahnya. Muhammad Rasulullah itu adalah laksana cahaya yang memberikan terang bagi kita untuk melanjutkan perjuangan ini. Buat melanjutkan jihad ini, Apabila kalimat ini telah dimulai dengan lafadz la ilaha illallah disusul dengan Muhammadur Rasulullah tersimpullah seluruh kehidupan muslim kepada dua kata itu. Hidup menurut kehendak Allah dan matipun menurut kehendakNya. Dari Dia datang dan kepadaNya kembali. Bagaimana agar supaya seluruh kehidupan itu menempuh jalan yang benar, yang diridhoi oleh Allah hendaklah menuruti contoh teladan yang ditinggalkan oleh Nabi. Untuk kehidupan seperti ini akan timbullah orang-orang yang sefaham, seakidah, sehaluan, dan setujuan. Itulah bernama ummat. Maka ummat ini diberi lagi nama yang tegas, yakni ummat islam. Arti islam ialah penyerahan dengan segala suka rela, penyerahan yang wajar, karna akal itu sendiri yang telah mendapat jalan itu, tidak ada lagi jalan yang lain. Maka dengan sendirinya ummat ini mempunyai persaudaraan yang sangat luas, seluas tersebarnya faham itu sendiri.
Bila datang waktu sembahyang, merekapun bersatu tempat menghadap, yang bernama qiblat. Walau dia dimana, tinggal dimana dan bangsa apa, qiblatnya satu. Sebelum itu maka Allah, Tuhan yang mereka sembah itu, yang menjadi pokok tujuan hidup mati, lahir batin dari seorang Muslim itupun SATU pula. Tidak berbeda Allah orang Afrika yang berkulit hitam dengan orang Eropa yang berkulit putih dan orang Jepang yang berkulit kuning. Walaupun beratus macam bahasa yang mereka pakai, ucapan salam mereka tetap satu: “Assalamualaikum”, jawabnyapun satu: “Wa ‘alaikumus-salam”.
Setelah terjadi persatuan keyakinan, persatuan akidah dan ibadah dan persatuan dalam pandangan hidup, dengan sendirinya timbullah persaudaraan yang rapat. Lantaran persaudaraan yang rapat maka timbullah persatuan sikap dan peragai: yaitu: “Dan orang-orang ada besertanya bersikap keras terhadap orang-orang yang kafir, sayang menyayangi diantara sesama mereka.” Begitulah sikap hidup dari ummat yang telah mengaku tidak ada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad Rasulullah itu. Dia sesama sendiri, bersatu akidah, bersatu pandangan hidup adaklah cinta-mencintai, seberat-seringan, sehina-semalu, berat sama dipikul, ringan sama dijinjing dengan sesama beriman. Diantara ‘awak sama awak’ yang sefaham tidak ada soal. Tidak ada kusut yang tidak terselesaikan, tidak ada keruh yang tidak dijernihkan. Itulah yang dinamai “Ukhuwwah Islamiah”. Inilah yang dikuatkan oleh sabda Nabi Muhammad SAW.
“perumpamaan persaudaraan orang-orang yang beriman itu, dalam cinta mencintai dan berkasih sayang adalah laksana tubuh yang satu, apabila mengeluh satu bagian tubuh, menjalarkan ke segala bagian tubuh rasa demam dan tidak tidur”.[7]
Sayyidina Umar bin al-Khattab pernah mengatakan:
مَنْ آصْلَحَ سَرِيْرَتَهُ آصْلَحَ الله تَعاَلىَ عَلاَ نِيَتَهُ
“barang siapa yang jernih dalam batinnya, akan diperbaiki Allah pula pada yang nyata pada wajahnya.”
Kemudian dikatakanlah bahwa: “Demikianlah perumpamaan mereka didalam taurat.” Artinya ialah bahwasannya didalam kitab Taurat yang diturunkan kepda nabi musa ‘alaihis-salam setelah bertemu tanda-tanda tentang ummat pengikut Nabi Muhammad yang akan datang itu, bahwa pada wajah mereka bersinarlah wajah yang jernih berseri dari sebab bekas sujud mereka kepada Tuhan. Selanjutnya berkata pula ayat; “Dan perumpamaan mereka didalam injil; laksana tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka bertumbuhlah dia, kian besar, maka tegaklah dia diatas rumpunnya, yang menyebabkan ta’jub orang yang menanamnya dan menyebabkan murka orang-orang yang tidak mempercaya.”
Inilah kata yang tepat sekali mengenai perkembngan agama islam sejak dia didakwahkan oleh Nabi Muhammad SAW. Dia hanya tumbuh sebagai tunas yang kecil saja. Namun tunas ini tumbuh dengan baik, kian lama kian besar dan teguh tegak diatas rumpunnya, sukar buat mencabut dan membunuhnya. Sampai orang yang menanam sendiripun tercengan melihat pertumbuhan dan perkembangan yang cepat itu, sebab dia tidak menyangka secepat itu. Tetapi orang-orang yang tidak mau percaya, tegasnya orang-orang kafir, sangatlah murka melihat perkembangan ini. Sejak dari zaman mulai tumbuhnya islam sendri memang telah terjadi sebagaimana tersebut dalam ayat. Mulai tumbuh tunasnya dinegeri Mekkah. Yang mulai beriman hanyalah seorang perempuan, Siti Khodijah istri Nabi SAW sendiri. Kemudian menurut Abu Bakar sebagai orang dewasa, Ali Bin Abu Thalib anak yang masih belum dewasa, Zaid Bin Haritsah budak yang telah merdeka, tetapi dalam masa tiga belas tahun telah dicoba hendak membunuh dan menyekatnya oleh kepala-kepala kafir quraisy sejak Abu Jahal dan pemimpin-pemimpin dan kawan-kawannya yang lain, namun dia kian lama kian berkembang. Selam masam sepuluh tahun Nabi telah hijrah ke Madinah. Dalam masa Dua puluh satu tahun kota Mekkah yang dahulu mengusirnya telah ditaklukkannya, kemudian ditaklukkannya seluruh tanah Arab. Kemudian dia berkembang dan berkembang terus.
Ada disalinkan dalam kitab injil Yahya bahwa Nabi Isa Almasih ada memberi peringatan akan ada Nabi-Nabi palsu. Lalu beliau menunjukkan setengah daripada tandanya. Yaitu bahwa Nabi palsu itu tidaklah akan membawa kesuburan. Bahwasannya pohon beringin tersebut tidaklah akan membuahkan anggur. Maka pertanda daripada Nabi Isa itu benarlah adanya. Bahwa bawaan syariat Nabi Muhammad bukanlah buah beringin yang akan menimbulkan anggr. Bukanlah dua kepalsuan. Dengan segala daya upayanya orang Eropa telah mencoba hendak membunuh Islam, dengan segala macam gerak zending dan missinya, namun Islam berkembang juga, tidak berhenti-henti. Beratus-ratus anak orang Islam di Tanah Jawa. Seakan-akan dipaksa masuk Kristen dengan memajukan pendidikan, masuk sekolah-sekolah sejak SMP dan SMA  sampai Sekolah Tinggi. Banyak diantara mereka setelah masuk Kristen sekian tahun lamanya, merekapun datang kepada seorang kiyai Islam minta diterima memeluk Agama Islam kembali. Itulah yang menyebabkan murka orang-orang yang tidak percaya itu.
Maka sebagai penutup dari ayat ini Allah bersabda: “Telah menjanjikan Allah kepada orang-orang yang beriman dan beramal shalih diantara mreka itu, akan ampunan dan pahala yang besar.” (ujung ayat 29).
Ujung ayat ini adalah mengandung harapan yang besar bagi orang yang selama ini telah kena bujukan, rayuan, tipuan dan malahan paksaan agar menukar agamanya yang hak dengan yang batil, jika mereka insaf dan taubat, bahwa taubat mereka akan diterima.
Karena apabila orang telah benar-benar mengerti akan intisari ajaran agamanya, Tauhid dan Akidah, Iman dan Takwa dan tidak ada tempat berlindung selain dari Allah, itulah pegagan manusia yang sejati dan kepada pokok pendirian demikian jua lah manusia akan kembali.
v   Kandungan Ayat
Pada surat Fath ayat 29, salah satu tujuan pendidikan adalah memiliki manfaat bagi orang lain, walaupun hanya sedikit saja yang merupakan salah satu bagian dari insan kamil yang merupakan tujuan umum atau lazim dalam Islam selain bermanfaat hendaklah orang yang terdidik saling mengasihi, menyayangi, dan toleran terhadap orang yang seiman maupun yang tidak, terhadap orang yang berbeda suku ras dan bahasa hendaklah saling bertoleransi dalam kehidupan agar tercipta kedamaian yang abadi di alam semesta. 
3.             QS. Ali Imran: 138-139
هَذَا بَيَانٌ لِلنَّاسِ وَهُدًى وَمَوْعِظَةٌ لِلْمُتَّقِين {ال عمران138 }
“Ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta peringatan bagi orang-orang yang bertaqwa.”
v  Mufrodath
§  قَدْ خَلَتْ  : telah berlalu
§   سُنَنٌ  : sunnah-sunnah Allah, maksudnya cara-cara Allah dalam menhadapi orang-orang kafir, yaitu memberi tempo kepada mereka kemudian menyiksanya.
§  وَهُدىً  : petunjuk, yaitu petunjuk dari kesesatan dan memberikan arahan ke jalan yang benar dan lurus.
§  وَمَوْعِظَةٌ  : pelajaran, yaitu yang dapat melunakkan hati untuk berpegang teguh pada ketaatan.
§  وَلا تَهِنُوا  : janganlah kamu bersikap lemah (dalam memerangi orang kafir)
§  وَلا تَحْزَنُوا  : dan janganlah (pula) kamu bersedih hati.
§  وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ : padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya).
§  إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ  : jika kamu orang-orang yang beriman (sesungguhnya).

v  Penjelasan Ayat
Pernyataan Allah Ini adalah penjelasan buat manusia, juga mengandung makna bahwa Allah tidak menjatuhkan sanksi sebelum manusia mengetahui sanksi itu. Dia tidak mendadak manusia dengan siksa-Nya, karena ini adalah penjelasan petunjuk jalan peringatan.
وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ 
“Janganlah kamu melemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.”
Di atas, dikemukakan bahwa ayat 137 dan 138 secara sangat serasi dan perlahan menghubungkan kelompok ayat-ayat yang lalu dengan kelompok ayat-ayat yang akan datang. Kelompok ini berbicara tentang perang Uhud. Uraiannya diantar oleh penegasan dua ayat sebelum ini yang menguraikan tentang adanya sunnah atau hukum-hukum kemasyarakatan yang berlaku terhadap semua manusia dan masyarakat. kalau dalam perang Uhud mereka tidak meraih kemenangan, bahkan menderita luka dan pembunuhan, dan dalam perang Badar merelka dengan gemilangbmeraih kemenangan dan berhasil menawan dan membunuh sekian banyak lawan mereka, maka itu adalah bagian dari sunnatullah. Karena itu, disana mereka diperintahkan untuk berjalan di bumi mempelajari bagaimana kesudahan mereka yang melanggar dan mendustakan ketetapan-ketetapan Allah. Namun demikian, mereka tidak perlu berputus asa. Karena itu, Janganlah kamu melemah, menghadapi musuhmu dan musuh Allah, kuatkan jasmaninya dan janganlah pula kamu bersedih hati akibat apa yang kamu alami dalam perangUhud, atau peristiwa yang serupa, tetapi katkanlah mentalmu. Mengapa kamu melemah atau bersedih, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi derajatnya disisi Allah di dunia dan di akhirat, di dunia karena apa yang kamu perjuangkan adalah kebenaran dan di akhirat karena kamu mendapat surga. Mengapa kamu bersedih sedang yang gugur di antara kamu menuju surga dan yang luka mendapat pengampunan ilahi, ini jika kamu orang-orang mukmin, yakni jika benar-benar keimanan telah mantap dalam hatimu
Memang dalam perang Uhud, ada diantara kamu yang gugur, ada juga yang luka, temasuk Nabi saw., tetapi ingatlah bahwa, Jika kamu pada perang Uhud mendapat luka, maka janganlah bersedih atau merasa lemah karena sesungguhnya kelompok kaum kafir yang menyerang kamu itu pun pada perang Badar, atau dalam perang Uhud juga mendapat luka yang serupa. Kalau orang-orang kafir yang kalah dalam perang Badar kini menyerang kamu – padahal mereka memperjuangkan kebatilan – maka alangkah wajar apabila kamu pun yang telah pernah mengalahkan mereka, apalagi memperjuangkan kebenaran, kini bangkit kembali, dan hari-hari, yakni masa-masa kemenangan dan kegagalan itu, Kami pergilirkan di antara manusia agar mereka mendapatkan pelajaran bahwa Kamilah yang mengatur segalanya. Kami yang menganugerahkan kemenangan dan Kami pula yang menetapkan hukum-hukum kegagalan dan keberhasilan; dan supaya Allah mengetahui, yakni melakukan seperti apa yang dilakukan oleh manusia yang ingin tahu siapa orang-orang beriman dengan keimanan yang teguh, siapa pula yang rapuh imannya, siapa yang munafik atau siapa juga orang-orang kafir, dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya syuhada’, yakni orang-orang yang disaksikan keagungannya atau saksi. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim, yang menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya, dan dengan demikian Dia tidak akan menjadikan mereka ayuhada’. Peristiwa yang terjadi di Uhud itu juga adalah agar Allah membersihkan  orang-orang yang beriman dari dosa mereka, menghilagkan noda-noda yang menyelubungi jiwa mereka, atau menyingkirkan dari kelompok mereka orang-orang munafik dan membinasakan sedikit demi sedikit orang-orang yang kafir, baik dengan membunuh mereka, maopun dengan mengurngi dan menghabiskan pengaruh mereka.
Firman-Nya: Padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman dapat juga dilihat dari sisi jalan dan hasil perang itu. Ketika mereka taat pada Rasul, para pemanah tidak meninggalkan posisi mereka, mereka berhasil menang dan menjadikan kaum musyrikin kocar-kacir, bahkan membunuh dua orang lebih dari mereka. Tetapi ketika mereka melanggar perintah Rasul saw., justru mereka yang kocar kacir sehingga pada akhirnya gugur tujuh puluh orang lebih.
Setelah perang berakhir, dan kaum muslimin kembali berkumpul mengikuti tuntunan Rasul, semua yang terlibat dalam perang Uhud itu, tanpa menambah kekuatan – kecuali seorang yang sangat mendesak untuk ikut, yaitu Jabir Ibn ‘abdillah – kembali mengejar kaum musyrikin yang ternyata telah bergegas kembali ke Mekkah, setelah mendengar bahwa Rasul saw. datang untuk menyerang mereka. Demikian terlihat bahwa kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang beriman.
v  Kandungan Ayat
Ulama tafsir mengatakan bahwa maksud ayat ini adalah: memperingatkan kaum muslimin bahwa kekalahan mereka pada perang Uhud adalah pelajaran bagi orang-orang Islam, tentang berlakunya ketentuan sunah Allah itu.
Mereka menang pada perang Badar, karena mereka menjalankan dan mematuhi perintah Nabi saw.
Pada perang Uhud pun mereka hampir saja memperoleh kemenangan tetapi oleh karena mereka lalai dan tidak lagi mematuhi perintah Nabi saw. akhirnya mereka terkepung dan diserang tentara musuh yang jauh lebih banyak jumlahnya, sehingga bergelimpanganlah puluhan kurban syuhada dari kaum muslimin, dan Nabi sendiri menderita luka dan pecah salah satu giginya.
Ayat ini menghendaki agar kaum muslimin jangan bersifat lemah dan bersedih hati, meskipun mereka mengalami kekalahan dan penderitaan yang cukup pahit pada perang Uhud, karena kalah atau menang dalam sesuatu peperangan adalah soal biasa yang termasuk dalam ketentuan Allah.Yang demikian itu hendaklah dijadikan pelajaran. Kaum muslimin dalam peperangan sebenarnya mempunyai mental yang  kuat dan semangat yang tinggi jika mereka benar-benar beriman.
4.             Qs. Al-Hajj: 41
الَّذِينَ إِنْ مَكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ أَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ الْأُمُورِ
“(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan”
v   Penjelasan Ayat
Ayat ini menerangkan tentang keadaan orang-orang yang diberikan kemenangan dan Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi; yakni Kami berikan mereka kekuasaan mengelola satu wilayah dalam keadaan mereka yang merdeka niscaya mereka melaksanakan shalat secara sempurna rukun, syarat, dan sunnah-sunnahnya dan mereka juga menunaikan zakat sesuai kadarnya. Serta mereka menyuruh anggota masyarakatnya agar berbuat yang ma'ruf serta mencegah dari yang munkar.
Ayat di atas mencerminkan sekelumit dari ciri-ciri masyarakat yang diidamkan Islam, kapan dan di manapun, dan yang telah terbukti dalam sejarah melalui masyarakat Nabi Muhammad SAW dan para sahabat beliau.
Kaitannya dengan tujuan pendidikan sebagai berikut:
a.  Mewujudkan seorang yang selalu menegakkan kebenaran dan mencegah kemunkaran
b.  Mewujudkan manusia yang selalu bertawaqqal pada Allah.
Dengan konsep ma’ruf, Al-qur’an membuka pintu yang cukup lebar guna menampung perubahan nilai nilai akibat perkembangan positif masyarakat. Hal ini agaknya ditempuh al-qur’an, karena ide / nilai yang dipaksakan atau tidak sejalan dengan perkembangan budaya masyarakat,  tidak akan dapat di terapkan. Karena itu al-qur’an disamping memperkenelkan dirinya sebagai pembawa ajaran yang sesuai dengan fitrah manusia, iya juga melarang pemaksaan nilai nilainya walau merupakan nilai yang amat mendasar, seperti keyakinan akan Keesaan Allah Swt.
Perlu dicatat bahwa konsep ma’ruf, hanya membuka pintu bagi perkembangan positif masyarakat, bukan perkembangan negatifnya. Dari sini filter al khair harus benar2 di fungsikan. Demikian juga halnya dengan munkar yang pada gilirannya dapart memprngaruhi pandangan tentang muruah, identitas dan integritas seseorang. Karna itu sungguh tepat – khususnya pada era yang di tandai oleh pesatnya informasi srta tawaran nilai nilai, untuk selalu mempertahankan nilai lama yang baik.
v  Kandungan Ayat
Ayat ini mengemukakan tentang tujuan pendidikan yang membentuk masyarakat yang diidam-idamkan, yaitu mempunyai pemimpin dan anggota-anggota yang bertakwa, melaksanakan shalat, menunaikan zakat, menegakkan nilai-nilai ma’ruf (perkembangan positif) dalam masyarakat dan mencegah perbuatan yang munkar.
Untuk itu hendaklah kita benahi pendidikan kita yang telah terpedaya dengan system yang dibuat oleh dunia barat. Dari sekarang hendaklah kita pada umumnya dan pendidik pada khususnya merubah tujuan pendidikan kita, yaitu untuk “mendapatkan ridho Allah S.W.T. dan menjadi hamba Allah yang patuh terhadap perintah-Nya”. apabila tujuan kita berlandaskan dengan ini, maka dunia akan terjamin keselamatannya, dan manusia akan mempunyai moral yang berakhlak mulia. Sehingga dapat kita capai tujuan akhir dari pendidikan seperti yang dikatakan oleh Muhammad Athiyah al- Abrasyi, yaitu: Terbinanya akhlak manusia. Manusia benar-benar siap untuk hidup didunia dan diakhirat. Ilmu dapat benar-benar dikuasai dengan moral manusia yang mantap dan manusia benar-benar terampil bekerja di dalam masyarakat.
5.      Qs. Al-Huud
إِلَى ثَمُودَ أَخَاهُمْ صَالِحًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ هُوَ أَنْشَأَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا فَاسْتَغْفِرُوهُ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ إِنَّ رَبِّي قَرِيبٌ مُجِيبٌ 
“Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya[726], karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)."
v   Mufrodath
ثَمُودَ                  : kaum Tsamud
مَا لَكُمْ                : sekali-kali tidak ada bagi kamu
إِلَهٍ غَيْرُهُ             : Tuhan selain Dia (Allah)
أَنْشَأَكُم                    : Menciptakan kamu
وَاسْتَعْمَرَكُمْ          : menjadikan kamu sebagai pemakmur
فَاسْتَغْفِرُوهُ              : lakukanlah permohonan ampunan kepada Allah
تُوبُوا                      : bertaubatlah
قرِيبٌ                 : amat dekat (rahmat Allah)
مُجِيبٌ                : memperbenarkan doa hamba[8]

v   Penjelaan Ayat
Maksudnya: manusia dijadikan penghuni dunia untuk menguasai dan memakmurkan dunia.
Setelah selesai kisah Adam kini giliran kisah suku Tsamud. Tsamud juga merupakan satu suku terbesar yang telah punah. Mereka adalah keturunan Tsamud Ibnu Jatsar, Ibnu Iram Ibnu Sam, Ibnu Nuh. Dengan demikian silsilah keturunan mereka bertemu dengan Ad pada kakek yang sama yaitu Imran.Kaum Tsamud pada mulanya menarik pelajaran berharga dari pengalaman buruk kaum Ad, karena itu mereka beriman kepada Allah SWT. Pada masa itulah, merekapun berhasil membangun peradaban yang cukup megah, tetapi keberhasilan itu menjadikan mereka lengah sehingga mereka kembali menyembah berhala serupa dengan berhala yang disembah kaum Ad. Ketika itulah Allah mengutus Nabi Shaleh as mengingatkan mereka agar tidak mempersekutukan Allah tetapi tuntunan dan peringatan beliau tidak disambut baik oleh mayoritas kaum Tsamud.Ayat ini mengandung perintah yang jelas kepada manusia --langsung maupun tidak langsung-- untuk membangun bumi dalam kedudukannya sebagai khalifah, sekaligus menjadi alasan mengapa manusia harus menyembah Allah SWT semata-mata.
v  Kandungan Ayat
Surah Hud(Arabهود , Hūd, "Nabi Hud") adalah  surah ke-11 dalam al-Qur'an dan termasuk golongan  surah-surah Makkiyah. Surah ini terdiri dari 123 ayat diturunkan  sesudah surah Yunus. Surah ini dinamai surah Hud karena ada hubungan dengan terdapatnya kisah Nabi Hud dan kaumnya dalam surah ini terdapat juga kisah-kisah Nabi yang lain, seperti kisah  Nuh, Shaleh ,Ibrahim,Luth, Syu'aib, dan Musa. Pokok-pokok isinya:
Keimanan: Adanya 'Arsy Allah; kejadian alam dalam 6 tahap; adanya golongan-golongan manusia di hari kiamat.
Hukum-hukum: Agama membolehkan menikmati yang baik-baik dan memakai perhiasan asal tidak berlebih-lebihan; tidak boleh berlaku sombong; tidak boleh mendoa atau mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin menurut sunnah Allah.
Kisah-kisah: Kisah Nuh a.s. dan kaumnya; kisah Huud a.s. dan kaumnya; kisah Shaleh a.s. dan kaumnya; kisah Ibrahim a.s. dan kaumnya; kisah Syu'aib a.s. dan kaumnya; kisah Luth a.s. dan kaumnya; kisah Musa a.s. dan kaumnya.
Dan lain-lain: Pelajaran-pelajaran yang diambil dari kisah-kisah para nabi air sumber segala kehidupan  shalat itu memperkuat iman sunnah Allah yang berhubungan dengan kebinasaan suatu kaum.
                                   














BAB III
KESIMPULAN
Dalam deksripsi diatas, bisa diambil kesimpulan bahwa ayat yang menjelaskan tentang tujuan penddidikan diantaranya:
Qs. Adz-Dzariyat: 56 ayat ini sangat jelas menggambarkan kepada kita bahwa tujuan penciptaan jin dan manusia tidak lain hanyalah untuk “mengabdi” kepada Allah SWT.
Qs. Al-Fath: 29 salah satu tujuan pendidikan adalah memiliki manfaat bagi orang lain, walaupun hanya sedikit saja yang merupakan salah satu bagian dari insan kamil yang merupakan tujuan umum atau lazim dalam Islam.
Qs. Al-Imran: 138-139 mengandung perintah untuk melakukan persiapan, menyediakan segala sesuatunya termasuk dengan tekad dan semangat yang benar, di samping keteguhan hati dan tawakkal kepada Allah.
Qs. Al-Hajj:41 Mewujudkan seorang yang selalu menegakkan kebenaran dan mencegah kemunkaran dan mewujudkan manusia yang selalu bertawaqqal pada Allah.
Qs. Al-huud: 61 manusia dijadikan penghuni dunia untuk menguasai dan memakmurkan dunia.


[1]  Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam,(Jakarta: PT. Grafindo Persada, 1998), Hlm. 436.

[2] Tafsir Al-Azhar. Prof. Dr. Hamka hal, 6926-6927
[3] M. Quraish Shihab, Terjemah Tafsir Al-Mishbah (dikutip dari Syeh Muhammad Abduh) juz 13.
[4] Azyumardi Azra, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2002, hal.33.
[5] Tafsir Al-Munir, juz 26, 5.
[6] Tafsir Al-Maraghi, jilid 6 juz 16, 104.
[7] Tafsir Al-Azhar. Prof. Dr. Hamka hal, 6801
[8] Rohimin, Tafsir Tarbawi: Kajian Analisis dan Penerapan Ayat-ayat Pendidikan, (Yogyakarta: Nusa Media, 2008), hlm. 3. Dikutip dari Tafsir Jalalain  

No comments:

Post a Comment