Thursday, December 17, 2015

Implikasi UU No.16 Tahun 2001 Dan UU No.28 Tahun 2004 tentang Yayasan Terhadap Eksistensi Madrasah Swasta



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Setelah 56 tahun Indonesia merdeka, barulah dapat dibuat Undang-Undang yang mengatur tentang Yayasan, tetapi selama ini telah diakui bahwa Yayasan adalah badan hukum. Pengakuan Yayasan sebagai badan hukum hanya didasarkan pada kebiasaan dan Yurisprudensi. Keadaan ini mengakibatkan ketidakpastian hukum.
Pada umumnya telah diketahui bahwa Yayasan mempunyai tujuan yang bersifat sosial dan idiil, tetapi tidak ada undang-undang yang melarang Yayasan untuk menjalankan perusahaan. Bahkan saat ini Yayasan, telah diperkenankan oleh Undang-Undang untuk mendirikan badan usaha dan melakukan penyertaan kekayaan Yayasan. Yayasan didirikan oleh satu atau beberapa orang dengan memisahkan harta kekayaannya untuk kepentingan suatu kelompok masyarakat di luar Yayasan. Hal ini merupakan pengejawantahan Undang-Undang Dasar (UUD)1945.
Walaupun Yayasan adalah subyek hukum, tetapi Yayasan tidak dapat melakukan perbuatan hukum sendiri, melainkan dengan perantaraan orang yang bertindak untuk dan atas nama Yayasan yang disebut organ. Organ inilah yang mewakili kepentingan Yayasan, baik di dalam maupun di Iuar pengadilan. Di dalam melakukan aktifitasnya, tidak tertutup kemungkinan Yayasan melakukan kesalahan yang harus dipertanggungjawabkan, baik secara perdata maupun pidana.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa UU No.16 Tahun 2001 Dan UU No.28 Tahun 2004 tentang Yayasan?
2.      Bagaimana implikasi yayasan terhadap pondok pesantren atau madrasah swasta berdaarkan UU yang berlaku?
BAB II
PEMBAHASAN
  1. UU No.16 Tahun 2004 dan UU No.28 Tahun 2004 tentang yayasan dan
1.      UU No.16 Tahun 2001
·         Pasal 1 ayat 1: "Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.”
·         Pasal 2: " Yayasan mempunyai organ yang terdiri atas Pembina, Pengurus, dan Pengawas.”
·         Pasal 3 ayat 1: "Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian maksud dan tujuannya dengan cara mendirikan badan usaha dan/atau ikut serta dalam suatu badan usaha."
·         Pasal 3 ayat 2: "Yayasan tidak boleh membagikan hasil kegiatan usaha kepada Pembina, Pengurus, dan Pengawas."
·         Pasal 8 UU Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan  menentukan dan memberikan batasan sebagai berikut : “Kegiatan usaha dari badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) harus sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan serta tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Undang-Undang Yayasan (UU No.16 Tahun 2001), akan mengakibatkan dampak yang cukup signifikan terhadap semua yayasan di Indonesia termasuk bagi penyelenggara pendidikan. Terlebih lagi kita ketahui bersama bahwa bentuk badan hukum yang diperkenankan untuk penyelenggara pendidikan ialah yayasan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dan dipersiapkan oleh yayasan dalam menghadapi UU No.16 Tahun 2001 antara lain adalah :
1.      Yayasan harus memastikan dirinya termasuk sebagai yayasan yang tetap diakui sebagai badan hukum oleh undang-undang ini.
2.      Yayasan harus menyesuaikan anggaran dasarnya;
3.      Yayasan harus merubah struktur organisasinya
4.      Yayasan harus memastikan badan usaha yang didirikannya memiliki kegiatan yang sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan;
5.      Yayasan harus memastikan penyertaan yang dilakukannya tidak melebihi 25% dari seluruh nilai kekayaan yayasan
6.      Yayasan tidak boleh lagi menggaji organ yayasan;
7.      Anggota Pembina, Pergurus, dan Pengawas yayasan dilarang merangkap sebagai Anggota Direksi atau Pengurus dan Anggota Dewan Komisaris atau Pengawas baik pada badan usaha yang didirikan oleh yayasan ataupun pada badan usaha dimana yayasan melakukan penyertaan;
8.      Semua yayasan wajib membuat ikhtisar laporan tahunan dan diumumkan pada papan pengumuman di kantor yayasan;
9.      Bagi Yayasan yang memperoleh bantuan negara, bantuan luar negeri, atau pihak lain sebesar lima ratus juta rupiah atau lebih; ataumempunyai kekayaan di luar harta wakaf, sebesar dua puluh milyar rupiah atau lebih,ikhtisar laporan tahunannya wajib diumumkan dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia dan wajib diaudit oleh Akuntan Publik;
10.  Yayasan yang sebagian kekayaannya berasal dari bantuan negara, bantuan luar negeri dan atau sumbangan masyarakat yang diperolehnya sebagai akibat berlakunya suatu peraturan perundang-undangan wajib memgumumkan ikhtisar laporan tahunan pada papan pengumuman yang mencakup kekayaannya selama 10 (sepuluh) tahun sebelum Undang-undang ini diundangkan.
11.  Yayasan tidak boleh membagikan hasil kegiatan usaha kepada Pembina, Pengurus, dan Pengawas.
12.  Kekayaan Yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh Yayasan berdasarkan Undang-undang ini, dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung kepada Pembina, Pengurus, Pengawas, karyawan, atau pihak lain yang mempunyai kepentingan terhadap Yayasan.[1]
2.      UU No.28 Tahun 2004
UU No.28 Tahun 2004 merupakan revisi dari UU no. 16 tahun 2001
·         Pasal 1 ayat 1: "Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota."
·         Pasal 2: " Yayasan mempunyai organ yang terdiri atas Pembina, Pengurus, dan Pengawas."
·         Pasal 3 ayat 1: "Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian maksud dan tujuannya dengan cara mendirikan badan usaha dan/atau ikut serta dalam suatu badan usaha."
·         Pasal 3 ayat 2: "Yayasan tidak boleh membagikan hasil kegiatan usaha kepada Pembina, Pengurus, dan Pengawas."
·         Pasal 5 ayat 1 (UU No. 28 Tahun 2004): "Kekayaan Yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh Yayasan berdasarkan Undang-undang ini, dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung, baik dalam bentuk gaji, upah, maupun honorarium, atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang kepada Pembina, Pengurus dan Pengawas."[2]
Terdapat pengecualian terhadap larangan sebagaimana tersebut dalam Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas UU nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (2) UU Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas UU nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan yang antara lain :
  1. Pengecualian atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat ditentukan dalam Anggaran Dasar Yayasan bahwa Pengurus menerima gaji, upah, atau honorarium, dalam hal Pengurus Yayasan:
a)      bukan pendiri Yayasan dan tidak terafiliasi dengan Pendiri, Pembina, dan Pengawas.
b)      melaksanakan kepengurusan Yayasan secara langsung dan penuh.
  1. Menurut Penjelasan Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan menjelaskan bahwa : “Yang dimaksud dengan "terafiliasi" adalah hubungan keluarga karena perkawinan atau keturunan sampai derajat ketiga, baik secara horizontal maupun vertikal.”
  2. Menurut Penjelasan Pasal 5 ayat (1) huruf b UU Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan : “Yang dimaksud dengan "secara langsung dan penuh" adalah melaksanakan tugas kepengurusan sesuai dengan ketentuan hari dan jam kerja Yayasan bukan bekerja paruh waktu (part time).”
  3. Bahwa,  meskipun Yayasan dilarang membagikan atau mengalihkan kekayaan baik yang berupa uang, barang ataupun kekayaan lainnya secara langsung ataupun tidak langsung baik dalam bentuk gaji, upah, honorarium, atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang kepada Organ-organ Yayasan sebagaimana tersebut di atas, namun berdasarkan ketentuan Pasal  6  UU  Nomor   16   Tahun   2001   Tentang Yayasan : “Yayasan wajib membayar segala biaya atau ongkos yang dikeluarkan oleh organ Yayasan dalam rangka menjalankan tugas Yayasan.”[3]
  1. Implikasi UU No.16 Tahun 2001 tentang yayasan dan UU No.28 Tahun 2004 tentang yayasan.
Implikasi dari UU adalah Para lulusan Perguruan Tinggi Swasta di Indonesia dikhawatirkan akan memiliki ijasah yang ilegal. Mereka adalah para lulusan Perguruan Tinggi Swasta yang penyelenggaraannya di bawah yayasan yang belum mendapat atau belum mendaftarkan untuk mendapat pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM sebagai badan hukum sesuai UU No 20 Tahun 2001 dan UU No 28 Tahun 2004 tentang Yayasan dan PP 63 Tahun 2001 Tentang Pelaksanaan UU Yayasan.
Menurut Juru Bicara Badan Perlindungan Konsumen Nasional Gunarto di sela-sela acara Focused Group Discussion (FGD) pada Senin (15/08) di Jakarta, terkait dengan momentum pemberlakuan UU No 16 Tahun 2001 tentang Yayasan yang jatuh pada tanggal 16 Agustus 2002. Gunarto menjelaskan bahwa FGD menyimpulkan beberapa altenatif yang bisa dilakukan untuk memecahkan permasalahan tersebut dalam rangka mengatasi implikasi negatif yang muncul baik pada lembaga penyelenggara pendidikan swasta (yayasan maupun pada konsumen (siswa/mahasiswa), sebagai berikut
1.      UU No. 16 tahun 2001 DAN UU No. 28 Tahun 2004 tentang Yayasan memerlukan amandemen, karena telah terbukti menimbulkan dampak yang sangat berat bagi keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan swasta oleh yayasan di Indonesia.
2.      Mendorong para pihak tertutama para anggota yayasan penyelenggara pendidikan yang merasa dirugikan atas pemberlakukan UU Yayasan untuk mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi.
3.      Meminta Pemerintah untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPU) Yayasan tersebut.
4.      Meminta Pemerintah untuk melakukan revisiatas Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2008 tentang tentang Pelaksanaan Undang-Undang Yayasan.
5.      Meminta Pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan pemutihan, yaitu memberi kesempatan kepada yayasan penyelenggara pendidikan swasta yang sampai dengan tanggal 6 Oktober 2008 belum melakukan penyesuaian dengan UU Yayasan, untuk secepatnya melakukan hal tersebut.
6.      Meminta Menteri Pendidikan Nasional untuk mengeluarkan kebijakan yang menjamin bahwa lulusan perguruan swasta (baikdasar, menengah maupun tinggi) yang yayasan penyelenggaraannya belum menyesuaikan dengan UU Yayasan dan Badan Hukum Penyelenggaraannya belum memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM, ijasahnya tetap sah dan legal. [4]












BAB III
KESIMPULAN
1.       UU No.16 Tahun 2001 mengandung isi yang mana yayasan adalah suatu lembaga yang diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota. Yayasan mempunyai organ yang terdiri atas Pembina, Pengurus, dan Pengawas. Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian maksud dan tujuannya dengan cara mendirikan badan usaha dan/atau ikut serta dalam suatu badan usaha. Yayasan tidak boleh membagikan hasil kegiatan usaha kepada Pembina, Pengurus, dan Pengawas. dan UU No.28 Tahun 2004 merupakan revisi dari UU no. 16 tahun 2001
2.      Implikasi dari UU adalah Para lulusan Perguruan Tinggi Swasta di Indonesia dikhawatirkan akan memiliki ijasah yang ilegal. Mereka adalah para lulusan Perguruan Tinggi Swasta yang penyelenggaraannya di bawah yayasan yang belum mendapat atau belum mendaftarkan untuk mendapat pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM sebagai badan hukum sesuai UU No 20 Tahun 2001 dan UU No 28 Tahun 2004 tentang Yayasan dan PP 63 Tahun 2001 Tentang Pelaksanaan UU Yayasan.




[1] http://wandibudiman.blogspot.com/2012/12/uu-yayasan-no16-tahun-2001.html
[2] http://wandibudiman.blogspot.com/2012/12/uu-yayasan-no16-tahun-2001.html
[3]
[4] http://www.ypm.ac.id/html/index.php?id=artikel&kode=52

No comments:

Post a Comment