Tuesday, December 8, 2015

Munasabah Menurut Al-Qur'an



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Lahirnya pengetahuan tentang teori korelasi (munasabah) tampaknya berawal dari sistematika al-Qur’an sebagaimana terdapat dalam mushaf usmani sekarang,  tidak berdasarkan atas fakta kronologis turunnya al-Qur’an, sehubungan dengan ini kami akan mengulas tentang tentang pengertian Munasabah ditinjau dari berbagai pendapat ulama’, macam-macam munasabah, dan tentang urgensi dan kegunaan munasabah, ditinjau dari ulumil Al-Qur’an.  

Dengan memohon hidayah, taufiq, serta inayah dari Allah, dan semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfa’at bagi kita semua dan umat islam pada umumnya.


B.     Rumusan Masalah
1.    Bagaimana pendapat ulama’ tentang arti Munasabah ?
2.    Ada berapa pembagian munasabah ?
3.    Apa urgensi dan kegunaan munasabah ?






BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian munasabah
            Kata munasabah secara etimologi, menurut as-Suyuthi berarti al-Musyakalah (keserupaan) dan al-Muqarabah (kedekatan).[1] Az-zarkaysi memberikan  contoh sebagai berikut: fulan yunasib fulan, berarti si A mempunyai hubungan dekat dengan si B dan menyerupainya. Dari kata itulah maka lahir pula kata “an-nasib”. Istilah munasabah digunakan pada illat dalam bab qiyas, yang berarti Al-wasf Al-muqarib li Al-hukm (gambaran yang berhubungan dengan hukum[2]. Istilah munasabah diunkapkan pula pada kata rabith (pertalian).
            Ditinjau secara terminologi, munasabah dapat didefinisikan sebagai berikut:
1.      Menurut Az-Zarkazy, munasabah mempunyai arti suatu hal yang dapat dipahami, tatkala dihadapkan kepada akal, pasti akal itu akan menerimanya.
2.      Menurut Manna’ Al-Qaththan, munasabah mempunyai arti sisi keterikatan antara beberapa ungkapan didalam satu ayat, atau antara ayat pada beberapa ayat, atau antar surat yang terdapat pada Al-Qur’an[3].
3.      Menurut Al-A’rabi, munasabah adalah keterikatan ayat-ayat Al-Qur’an sehingga seolah-olah merupakan satu ungkapan yang mempunyai satu kesatuan makna dan keteraturan redaksi.
4.      Menurut Al-Biqa’i, munasabah adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui alas an-alasan dibalik susunan atau urutan bagian-bagian Al-Qur’an, baik ayat dengan ayat maupun surat dengan surat[4].
      Jadi dalam konteks Ulumul Qur’an, munasabah berarti menjelaskan korelasi makna antar ayat atau antar surat, baik korelasi yang bersifat umum maupun khusus, rasional, persepsi, atau imajinatif, atau korelasi berupa sebab akibat, ‘illat dan ma’lul, perbandingan, dan perlawanan.[5]

B.     Macam-Macam Munasabah
Dalam Al-Qur’an setidaknya terdapat delapan macam munasabah yaitu:
1.      Munasabah antar surat dengan surat sebelumnya
      Menurut persepsi As-Suyuthi bahwaanya Munasabah antar satu surat dengan surat sebelumnya berfingsi untuk menyempurnakan  dan menerangkan ungkapan pada surat sebelumnya. Sebagai contoh, dalam surat al-Fatihah [1] ayat 1 yaitu pada lafadz Alhamdulillah. Lafadz ini berkorelasi dengan surat al-Baqarah [2] ayat 152 dan 186.
      Yang Artinya: karena itu ingatlah kamu kepadaku niscaya aku ingat pula kepadamu dan bersyukurlah  kepadaku dan janganlah kamu /mengingkari nikmatku.
Dengan ayat 186 yang Artinya sebagai berikut: dan apabila hamba-hambaku bertanya kepadamu tentang aku maka jawablah bahwasanya aku adalah dekat, aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepadaku, mereka itu memenuhi segala perintahku dan hendaklah mereka beriman kepadaku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran, (Q.S. Al-Baqarah [2]: 186).




2.       Munasabah antar nama surat dan tujuan turunnya
     Setiap surat mempunyai tema pembicaraan yang menonjol, dan itu tercermin pada namanya masing-masing, sepeti surat Al-Baqarah [2], surat yusuf [12], surat An-Naml [27], dan suran Aj-Jin [72]. Lihatlah fiman allah Swt surat Al-Baqarah [2]: 67-71:
     Yang Artinya sebagai berikut:
     Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada kaumnya, sesungguhnya allah menyuruh kamu menyembelih seekor spai betina, mereka berkata apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan? .Musa menjawab, aku berlindung kepada allah agar tidak menjadi salah, seorang dari orang-orang yang jahil, mereka menjawab, mohonkanlah kepada tuhanmu untuk kami, agar dia menerangkan kepada kami, sapi betina apakah itu, Musa menjawab, sesungguhnya allas berfirman bahwa sapi betina yang tidak tua dan tidak muda, pertengahan antara itu, maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, dan mereka berkata, mohonkanlah kepada tuhanmu untuk kami, agar dia menerangkan kepada kami apa warnanya, Musa menjawab, sesungguhnya allah berfirman bahwa sapi betina adalah sapi betina yang  kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya, mereka berkata, mohonkanlah kepada tuhanmu untuk kami, agar dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena sesungguhnya sapi itu masih samar bagi kami, dan sesungguhnya kami akan mendapat petunjuk untuk memperoleh sapi itu, Musa berkata, sesungguhnya allah berfirman bahwa sapi betina itu ialah sapi etina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanah, tidak bercacat, dan tidak ada belangnya, mereka berkata, sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya, kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu, (Q.S. Al-Baqarah: 67-71).
            Cerita tentang sapi betina dalam surat Al-Baqarah [2] tersebut merupakan inti pembicaraannya, yaitu tentang kekuasaan tuhan membangkitkan orang mati. Dengan perkataan lain, tujuan surat ini adalah menyangkut kekuasaan allah dan keimanan kepada hari kemudian.
3.      Munasabah antar suatu bagian surat
            Munasabah antar bagian surat serin berbentuk pola munasabah Al-Tadhadat (perlawanan) seperti terlihat dalam surat  Al-Hadid [57] ayat 4:

Yang mana artinya sebagai berikut: Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian dia bersemayam diatas arsy, dia mengetahui apa yang masuk kedalam bumi dan apa yang keluar darinya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya, dan dia bersama kamu dimana saja kamu berada, dan Allah maha melihat apa yang kamu kerjakan. (Q.S. Al-Hadid [57]: 4).
            Antara kata ‘yaliju’ (masuk) dengan kata ‘yakhruju’ (keluar) serta kata ‘yanzilu’ (turun) dengan kata ‘ya’ruju’ (naik) terdapat korelasi perlawanan. Contoh lainnya adalah kata “Al-adzab” dan ‘Ar-rahmah” dan janji baik setelah ancaman. Munasabah seperti ini dapat dijumpai dalam surat Al-Baqarah [2], An-Nisa’ [4], dan surat Al-Ma’idah [5].
4.      Munasabah antar ayat yang letaknya berdampingan
            Munasabah antar ayat yang letaknya berdampingan sering terlihat dengan jelas, tetapi sering pula tidak jelas. Munasabah antar ayat yang terlihat dengan jelas keumumannya dengan menggunakan pola ta’kid (penguat), tafsir (penjelas), I’tirad (bantahan), dan tasydid (penegasan). Contoh firman Allah:

Munasabah antar ayat menggunakan pola tafsir, apabila satu ayat atau bagian ayat tertentu ditafsirkan maknanya oleh ayat atau bagian ayat disampingnya. Contoh firman Allah:
Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka. (Q.S. Al-Baqarah [2]: 2-3).
            Maksudnya makna lafadz “muttaqin” pada ayat kedua ditafsirkan oleh ayat ketiga. Dengan demikian orang yang bertakwa adalah orang yang mengimani hal-hal yang ghaib, mengerjakan shalat, dan seterusnya.
            Munasabah antar ayat menggunakan pola “I’tiradh” apabila terletak satu kalimat atau tidak lebih adanya kedudukan I’rab, baik dipertengahan kalimat atau diantara dua kalimat yang berhubungan maknanya, contoh firman Allah:
            Dan mereka menetapkan bagi Allah anak-anak perempuan. Maha Suci Allah, sedang untuk mereka sendiri (mereka tetapkan) apa yang mereka sukai (yaitu anak-anak laki-laki). (Q.S. An-nahl [16]  57).
            Kata subhanallah  pada ayat tersebut merupakan bentuk I’tirad  dari dua ayat yang mengantarinya, kata itu merupakan bantahan bagi klaim orang-orang kafir yang menetapkan anak perempuan bagi Allah.
            Adapun Munsabah antar ayat menggunakan pola tasydid apabila satu ayat atau bagian ayat yang mempertegas arti ayat yang terletak disampingnya. Contoh firman Allah yang artinya
(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. (Q.S. Al-fatihah[1] 6-7).
            Ungkapan “ash-shirath Al-mustaqim” dipertegas oleh ayat selanjutnya yaitu pada ayat shirathalladzina.
            Munasabah antar ayat yang tidak jelas dapat dilihat melalui hubungan maknanya  yang terdapat dalam empat pola munasabah yaitu: At-tanzir (perbaningan), Al-mudhadat (perlawanan), istithrad (penjelasan lebih lanjut), At-takhallus (perpindahan).
            Munasabah berpolakan At-tanzir terdapat pada adanya perbandingan pada  ayat yang berdampingan. Contoh firman Allah pada surat Al-anfal ayat 4-5 yang artinya sebagai berikut:
Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia. (Q.S. Al-anfal [8] ayat 4-5).
            Pada ayat kelima Allah memerintahkan kepada Rasulnya agar terus melaksanakan perintahnya meskipun para shahabat tidak menyukainya. Sementara pada ayat keempat, Allah memerintahkannya agar tetap keluar rumah untuk berperang, Munasabah antar kedua ayat tersebut terletak pada perbandingan antara ketidaksukaan para shahabat tentang pembagian ghanimah yang dibagikan Rasul dan ketidaksukaan mereka terhadap berperang. Padahal sudah jelas dalam kedua perbuatan tersebut terdapat keberuntungan, kemenangan, ghanimah, dan kejayaan islam.
            Munasabah dengan pola Al-mudhadat terlihat pada arah perlawanan makna ayat dengan ayat yang berdampingan. Dalam surat Al-baqarah [2] ayat 6 misalnya yang artinya sebagai berikut:
Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman. (Q.S. Al-baqarah [2] ayat 6).
            Ayat ini berbicara tetang watak orang kafir dan sikap mereka terhadap peringatan. Sedangkan ayat-ayat sebelumnya berbicara tentang watak orang mukmin.

            Munasabah yang berpolakan istihradh bias diketahui dengan adanya penjelasan lanjut dari suatu ayat misalnya dalam surat Al-a’raf [7] ayat 26 yang artinya sebagai berikut:
Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat. (Q.S. Al-a’raf [7] ayat 26).
            Ayat ini menurut Az-Zamakhsyari, turun setelah adanya pembicaraan tentang terbukanya aurat Adam dan Hawa dan menutupnya dengan daun. Hubungan dimaksudkan untuk menunjukan bahwa adanya peciptaan pakaian dari daun merupakan karunia dari Allah, sedangkan terbukanya aurat merupakan suatu yang hina dan menutupnya merupakan sebagian dari takwa .
            Selanjutnya ayat yang berpola munasabah At-takhallush terlihat pada perpindahan dari awal pembicaraan pada maksud tertentu secara halus. Misalnya dalam surat Al-a’raf [7], mula-mula Allah berfirman tentang para nabi dan umat terdahulu, kemudian tentang nabi Musa dan ummatnya baru kemudian nabi Muhammad Saw.
5.      Munasabah antar suatu kelompok ayat dan kelompok ayat disampingnya
            Dalam surat Al-baqarah [2] ayat 1-20, Allah berfirman tentang penjelasan tentang kebenaran dan fungsi Al-qur’an bagi orang-oran yang bertakwa.

6.      Munasabah antar pemisah dan isi ayat
            Munasabah ini mengandung tujuan tertentu. Diantaranya adalah untuk menguatkan makna yang terkandung dalam suatu ayat seperti yang terdapat dalam surat Al-ahzab [33] ayat 25 yang artinya sebagai berikut:
Dan Allah menghalau orang-orang yang kafir itu yang keadaan mereka penuh kejengkelan, (lagi) mereka tidak memperoleh keuntungan apapun.Dan Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan.Dan adalah Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (Q.S. Al-ahzab [33] ayat 25).
            Dalam ayat ini Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan bukan karena lemah melainkan Allah maha perkasa dan maha kuat. Adanya pemisah diantara kedua penggalan ayat tersebut menjadi lurus dan sempurna, tujuan lainnya untuk member penjelasan tambahan.
7.      Munasabah antar awal dan akhir surat yang sama
            Munasabah ini terdapat pada surat Al-qashas yang menjelaskan perjuangan nabi Musa melawan kekejaman fir’aun. Diakhir surat ini menjelaskan tentang kabar gembira kepada nabi Muhammad Saw yang menghadapi tekanan dari kaumnya. Munasabah ini terletak pada
 Kesamaan kondisi yang dialami oleh kedua nabi tersebut.
8.      Munasabah antar penutup surat dan awal surat berikutnya
            Jika diperhatikan pada setiap pembukaan surat akan dijumpai munasabah dengan akhir surat sebelumnya, sekalipun tidak mudah mencarinya. Miasalnya pada awal surat Al-hadid yang artinya sebagai berikut:
Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.S. Al-hadid[57] ayat 1).
            Ayat ini bermunasabah dengan akhir surat sebelumnya yaitu pada surat Al-waqiah yang artinya sebagai berikut:
Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama tuhanmu yang Maha Besar. (Q.S. Al-waqiah [56] ayat 96).
C.     Urgensi dan kegunaan Munasabah
      Sebagaimana asbabun nuzul, Munasabah sangat berperan dalam memahami Al-Qur’an, Menurut Abdullah Darraz berkata: sekalipun permasalahan-permasalahan yang terdapat dalam surat-surat itu banyak, semuanya meupakan satu kesatuan pembicaraan yang awal dan akhirnya saling berkaitan, maka bagi orang yang hendak memahami sistematika surat sudah semestinya ia memerhatikan keseluruhannya, sebagaimana ia memerhatikan permasalahannya.[6] Az-Zarkasyi mengatakan bahwa jika tidak ada asbabun nuzul yang lebih utama adalah menemukakan Munasabah
.A
      Kegunaan mempelajari Ilmu Munasabah dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      Mengetahui hubungan antara bagian Al-Qur’an, baik antar kalimat, ayat, maupun surat, sehingga lebih memperdalam pengetahuan tentang Al-Qur’an.
2.      Dapat diketahui mutu dan tingkat keindahan bahasa Al-Qur’an dan konteks kalimat-kalimatnya yang satu dengan yang lainnya.
3.      Dapat membantu dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an setelah diketahui hubungan  antara suatu kalimat dengan kalimat yang lainnya.

1.       
BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah pemakalah paparkan di atas dapat diambil beberapa kesimpulan, diantaranya adalah:

1.   Kata munasabah secara etimologi, menurut as-Suyuthi berarti al-Musyakalah (keserupaan) dan al-Muqarabah (kedekatan).
        Ditinjau secara terminologi, munasabah dapat didefinisikan sebagai berikut:
a.       Menurut Az-Zarkazy, munasabah mempunyai arti suatu hal yang dapat dipahami, tatkala dihadapkan kepada akal, pasti akal itu akan menerimanya.
b.      Menurut Manna’ Al-Qaththan, munasabah mempunyai arti sisi keterikatan antara beberapa ungkapan didalam satu ayat, atau antara ayat pada beberapa ayat, atau antar surat yang terdapat pada Al-Qur’an.
c.       Menurut Al-A’rabi, munasabah adalah keterikatan ayat-ayat Al-Qur’an sehingga seolah-olah merupakan satu ungkapan yang mempunyai satu kesatuan makna dan keteraturan redaksi.
d.      Menurut Al-Biqa’i, munasabah adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui alas an-alasan dibalik susunan atau urutan bagian-bagian Al-Qur’an, baik ayat dengan ayat maupun surat dengan surat.



2.      Munasabah terbagi menjadi:
a.       Munasabah antar surat dengan surat sebelumnya
b.      Munasabah antar nama surat dan tujuan turunnya
c.       Munasabah antar suatu bagian surat
d.      Munasabah antar ayat yang letaknya berdampingan
e.       Munasabah antar suatu kelompok ayat dan kelompok ayat disampingnya
f.       Munasabah antar pemisah dan isi ayat
g.      Munasabah antar awal dan akhir surat yang sama
h.      Munasabah antar penutup surat dan awal surat berikutnya

3.      Urgensi dan Kegunaan mempelajari Ilmu Munasabah dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.       Mengetahui hubungan antara bagian Al-Qur’an, baik antar kalimat, ayat, maupun surat, sehingga lebih memperdalam pengetahuan tentang Al-Qur’an.
b.      Dapat diketahui mutu dan tingkat keindahan bahasa Al-Qur’an dan konteks kalimat-kalimatnya yang satu dengan yang lainnya.
c.       Dapat membantu dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an setelah diketahui hubungan  antara suatu kalimat dengan kalimat yang lainnya.






DAFTAR PUSTAKA
Jalaludin As-Suyuthi, al-Itqan fi ulumil qur’an, Dar al-Fikr, Beirut.
Badr Ad-Din Muhammad bin Abdillah Az-Zarkasyi, Al-Burahan fi “Ulum Al-qur’an.
Manna’ Al-Qaththan, mabahits fi ulum Al-Qur’an, mansyurat Al-Asr Al-Hadits.
Burahnuddin Al-Biqa’I, nazm Ad-Durar fi tanasub Al-Ayat wa As-Suwar.
Muhammad alawi Al-Maliki Al-Husni, MUtiara ilmu-ilmu Al-Qur’an, terj, Rosihan Anwar, pustaka setia,Bandung,1999.
Abdullah ad-Darraz, An-Naba’ Al-azhim, Dar al-Urubah, mesir, 1974.


[1]  Jalaludin As-Suyuthi, al-Itqan fi ulumil qur’an, Dar al-Fikr, Beirut, jilid I, h. 108.
[2] Badr Ad-Din Muhammad bin Abdillah Az-Zarkasyi, Al-Burahan fi “Ulum Al-qur’an, jilid I, h. 35.
[3] Manna’ Al-Qaththan, mabahits fi ulum Al-Qur’an, mansyurat Al-Asr Al-Hadits, 1973, h. 97.
[4] Burahnuddin Al-Biqa’I, nazm Ad-Durar fi tanasub Al-Ayat wa As-Suwar, jilid I,
[5] Muhammad alawi Al-Maliki Al-Husni, MUtiara ilmu-ilmu Al-Qur’an, terj, Rosihan Anwar, pustaka setia,Bandung,1999, h. 305.
[6] Abdullah ad-Darraz, An-Naba’ Al-azhim, Dar al-Urubah, mesir, 1974, h. 159.

No comments:

Post a Comment