BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pola dan kebijakan pendidikan islam di
indonesi, tidak dapat lepas dari apa yang di ilustrasikan pada kebijakan
pemerintah belanda terhadap Indonesia, yang memberi gambaran bahwa hubungan
pertama antara pengembangan agama islam dengan berbagai jenis kebudayaan di
indonesia merupakan suatu akomodasi kultural yang harus di temukan. Hal
tersebut berawal dari pembentukan dalam dunia dagang, dimana sejarah juga
menunjukkan penyebaran islam yang terjadi dalam suatu kontak intelektual
nketika ilmu-ilmu di pertentangkan atau di pertemukan ketika kepercayaan pada
dunia lama mulai menurun. Oleh karena, ketika kaum kolonial belanda berhasil
menancapkan kukunya di bumi nusantara dengan misinya yang ganda antara
imperialis dan kristenisasi justru sangat merusak dan menjungkir balikkan
tatanan yang sudah ada.
Memang diakui belanda cukup banyak
mewarnai perjalanan sejarah di indonesia dengan peristiwa dan pengalaman yang
tercatat sejak kedatangan belanda di indonesia, baik perorangan dan kemudian di
organisasikan dalam bentuk kongsi dagang yang bernama VOC, dan lain-lain.
B. Rumusan Masalah
1.
bagaimana pendidikan Islam di Indonesia pada masa kebangkitan Nasional ?
2.
bagaimana Pendidikan Islam di Indonesia pada masa kemerdekaan ?
C. Tujuan
1.
untuk mengetahui bagaimana sistem pendidikan islam di indonesia pada masa
kebangkitan nasional
2.
untuk mengetahui dan memahami bagamana sistem pendidikan islam di Indonesia
pada masa kemerdekaan
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Landasan teori Pendidikan
Telah
dikemukakan kemungkinan dan keharusan pendidikan bagi manusia untuk dididik dan
mendidik. Keyakinan tersebut telah menghilangkan keraguan untuk melaksanakan
aktifitas yang bernilai pendidikan.
Walau
demikian, pandangan ini masih dihadapkan pada kemampuan pendidikan dalam arti
praktis atau praktek penddikan pada manusia. Ini disebabkan, karena adanya
kenyataan-kenyataan dalam kehidupan manusia, bahwa kemampuan manusia untuk
mendidik dan dididik memiliki beberapa keterbatasan atau dapat dikemukakan
bahwa pendidikan dalam pelaksanaanya berada dalam keterbatasan-keterbatasan
tertentu, yakni kapankah pendidikan itu dimulai dan kapan pula pendidikan itu
harus berakhir pada manusia.
Dalam
hubungan ini, Langeveld mengemukakan ada dua batas pendidikan, yaitu batas
dimulainya pendidikan yang dinamakan batas bawah dan soal pendidikan berakhir
yang disebut batas atas (Langeveld, terjemahan, 1982;101). Yang menjadi
persoalan sekarang adalah manakah yang dinamakan batas bawah dan mana pula yang
disebut batas atas pendidikan. Ketidak jelasan waktu dari kedua batas tersebut
telah menimbulkan beberapa perbedaan dikalangan para ahli pendidikan dalam
menafsirkan batas-batas tersebut dan pendapat-pendapat para ahli tadi dapat
dikemukakan sebagai berikut :
1. John Dewey mengemukakan bahwa :
Pendidikan
sebagai perkembangan, dan kehidupan adalah perkembangan karena perkembangan dan
pertumbuhan sebagai suatu kehidupan, maka pendidikan tersebut sebagai proses
pendidikan tidak mempunyai tujuan d luar pendidikan dan pendidikan itu sendiri
mrnjadi tujuan dan proses pendidikan merupakan reorganisasi, rekonstraksi, dan
transformasi. Hal ini, dapat disimpulkan bahwa John Dewey berpendapat bahwa
pendidikan itu berlangsung selama kehidupan manusia.
2. Jean Jacques Rousseau berpendapat bahwa
:
a. Pendidikan bersifat negatif, artinya proses
pendidikan itu berlangsung secara alami dan kodrati, sehingga pendidikan
berjalan secara wajar dan spontanitas yang berasal dari dlam dirinya.
Pemdidikan demikian berlangsung pada fase infancy (0-5 tahun) dan fase
childhoud (5-12 tahun)
b. Pendidikan bersifat positif, adalah
proses pendidikan yang berlangsung secara ekstrinsik, sehingga Pendidikan anak
banyak dipengaruhi oleh pendidikan guna mencapai kedewasaan. Pendidikan semacam
ini berlangsung pada fase boyhoud (12-15 tahun) dan fase adolescence (15-20
tahun) (Jean Jacques Rousseau dalam Soewarno, 1971 : 66). Jean Jacques Rousseau
berpendapat bahwa batas bawah pendidikan dimula sejak lahir dan batas atasnya
setelah mencapai kedewasan pada usia 20 tahun.
3. Langeveld mengemukakan batas pendidikan adalah
:
a. Batas bawah pendidikan adalah pada saat
anak sudah mampu mematuhi kewibawaan pendidik
b. Batas atas pendidikan adalah ketika
manusia sanggup memikul tanggung jawab berdasarkan susila dan menjadi dewasa (
Langeveld, 1980 : 103).
4. Kartini kartono berpendapat bahwa batas
bawah pendidikan pada saat “tumuruning wiji” (saat turunnya benuh kehidupan, yaitu sejak
pembuhan sel telur oleh sperma) yang disertai macm-macam fikiran, efeksi
harapan dan unsur psikis lainnya dari orang tuannya yang bersangkutan. Sedangkan
batas atas pendidikan ialah saat “kasih dan jati” atau tibanya saat kematian
(kartono, 1992 : 170)
5. Pendidikan dimulai dari sejak lahir
sampai keliang lahat (hadits riwayat ibnu abdul Baar).
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pendidikan Islam Pada Masa Kebangkitan
Nasional
Pemerintahan kolonial belanda
memperkenalkan sekolah-sekolah modern menurut sistem persekolahan yang
berkembamng di dunia barat, sedikit banyak mengaruhi sitem pendidikan di indonesia,
yaitu pesantren. Padahal di ketahui bahwa pesantren merupakan salah satunya
lembaga pendidikan formal di indonesia sebelum adanya kolonial belanda, justru
snagat berbeda dalam sistem dan pengelolaannya dengan sekolah yang di
perkenalkan oleh belanda[1].
Hal ini dapat di lihat dari
terpecahnya dunia pendidikan di Indonesia pada abad 20 M menjadi dua golongan,
yaitu: 1. Pendidikan yang di berikan oleh sekolah barat yang sekuler yang tidak
mengenal ajaran agama, 2. Pendidikan yang di berikan oleh pondok pesantren yang
hanya mengenal agama saja.
Dengan
kata lain menurut istilah Wirjosukarto yang di kutip oleh Muhaimin pada periode
tersebut terdapat dua corak pendidikan, yaitu corak lama yang berpusat pondok
pesantren dan corak baru dari perguruan sekolah-sekolah yang didirikan oleh
pemerintah Belanda. Pendidikan yang di kelola Belanda hususnya berpusat pada
pengetahuan dan ketrampilan duniawi yaitu pewndidikan umum, sedangkan pada
lembaga pendidikan Islam lebih menekankan pada pengetahuan dan ketrampilan yang
berguna bagi penghayatan agama.[2]
Dengan
terbukanya kesempatan yang luas bagi masyarakat umum untuk memasuki
sekolah-sekolah yang diselenggarakan secara tradisional oleh kalangan islam,
dan mendapat tantangan dan saingan berat dengan didirikannya sekolah Belanda
yang dikelola secara modern oleh Belanda yang berisikan materi tentang
ketrampilan duniawi karena untuk sekolah pesantren memerlukan biaya yang
tinggi. Sementara pada sekolah Belanda hanya orang-orang dari kalangan tertentu
yang bisa mengikutinya, sedangkan untuk kalangan bawah tidak bisa mendapatkan
pendidikan, sehingga ada sebagian diantara rakyat Indonesia yang masih tidak
bisa baca tulis, karena tidak mendapatkan kesempatan untuk mengenyam
pendidikan.
Dalam
hal ini muncul kesadaran dari pendidikan Islam ulama’-ulama’ yang pada waktu
itu juga menyadari bahwa sistem pendidikan tradisional dan langgar tidak lagi
sesuai dengan iklim pada masa itu. Maka dirasakanlah akan pentingnya memberikan
pendidikan secara teratur di madrasah atau sekolah secara teratur, Mohammad
Abduh dan Rasyid Ridho dengan pembaruan di bidang sosial dan kebudayaan
berdasarkan tradisi islam al-qur’an dan hadits yang di bangkitkan kembali
dengan menggunakan ilmu-ilmu barat.[3]
Hal
ini merupakan jalan untuk maju dan berpartisipasi di madrasah-madrasah Islam
dengan terus mengadakan pembaruan, dengan memasukkan ilmu-ilmu pengetahuan
barat ke dalam kurikulum. Dengan memasukkan jiwa penggerak untuk maju ke dalam
kurikulum, maka muncullah tokoh-tokoh pembaruan di Indonesia yang mendirikan
sekolah Islam dimana mana.
Dengan
demikian dapat di tegaskan bahwa di samping kedua corak pendidikan sebelumnya,
juga terdapat corak pendidikan yang ketiga yang merupak sintera dari corak lama
dan corak baru. Corak pendidikan ketiga sintesis, muncul bersamaan dengan
lahirnya madrasah-madrasah yang berkelas yang muncul sejak tahun 1909, yang di
pelopori oleh para pembaruan di Indonesia.
Jika
agama Islam dalam arti para pedagang Islam telah masuk di Tiongkok pada zaman
kholifah Utsman bin Affan, maka tidak mustahil ada pedagang Islam yang mampir
atau menetap di Indonesia sekitar zaman itu, mengingat letak Indonesia di lalui
oleh mereka yang akan pergi ke Tiongkok lewat lautan. Tetapi ilmu sejarah tidak
cukup hanya berdasarkan perkiraan atau hipotesa belaka. Ilmu sejarah memerlukan
bukti-bukti yang otentik tentang permulaan masuknya Islam di Indonesia,
sehingga sampai sekarang masih mengalami kesulitan-kesulitan yang perinsip,
antara lain:
a) Buku-buka sejarah Indonesia banyak yang
ditulis oleh orang-orang belanda pada zaman pemerintah belanda menjajah
Indonesia. Ada dua macam keberatan terhadap buku-buku tersebut. Pertama,
penulisnya adalah orang-orang yang tidak senang kepada Islam[4]
dan kepada bangsa Indonesia. Kedua, masa penyelidikannya sudah lama sehingga
sudah ketinggalan waktu, yakni sudah ada bukti-bukti lain yang dikemukakan oleh
penulis belanda. Namun demikian kita tidak boleh apriori menulak semua pendapat
dari mereka.
b) Buku-buku sejarah yang ada sering
mengemukakan bukti berupa cerita rakyat yang hifup dan di percayai oleh orang
banyak sejak dahulu sampai sekarang. Ibarat hadits Nabi Muhammad SAW yang nilainya mashur atau
mutawatir dapat di jadikan dalil atau bukti. Pada hal di antara cerita rakyat
yang sudah mashur itu kadang-kadang tidak dapat di pertanggung jawabkan secara
ilmiah.
Pola Kebangkitan
Pendidikan Islam
Dengan memperhatikan berbagai macam sebab kelemahan dan kemunduran
umat islam sebagaimana nampak pada masa sebelumnya, dan dengan memperhatikan
sebab-sebab kemajuan dan kekuatan yang dialami oleh bangsa-bangsa Eropa, maka pada
garis besarnya terdapat tiga pola pemikiran pembaharuan pendidikan islam.
Ketiga pola tersebut adalah
- Pola pembaharuan pendidikan islam yang beroreintasi kepada pendidikan modern di Eropa. Golongan yang berorientasi pada pola pendidikan modern di barat, pada dasarnya mereka berpandangan bahwa sumber kekuatan dan kesejahteraan hidup yang dialami oleh barat adalah sebagian dari hasil perkembangan ilmu pengetahun dan teknologi modern yang mereka capai. Mereka juga berpendapat bahwa apa yang dicapai oleh bangsa-bangsa Barat sekarang, tidak lain merupakan perkembangan dari ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang pernah berkembang didunia islam. Atas dasar demikian, maka untuk mengembalikan kekuatan dan kejayaan umat islam, sumber kekuatan dan kesejahteraan tersebut harus dikuasai kembali.
2.
Yang berorientasi dan
bertujuan untuk pemurnian kembali ajaran islam.
Gerakan
pembaharuan pendidikan islam yang berorientasi pada sumber islam yang murni.
Pola ini berpandangan bahwa sesungguhnya islam sendiri merupakan sumber bagi
kemajuan dan perkembangan peradapan dan ilmu pengetahuan modern. Islam sendiri
sudah penuh dengan ajaran-ajaran dan pada hakikatnya mengandung potensi untuk
membawa kemajuan dan kesejahteraan serta kekuatan bagi umat manusia. Dalam hal
ini islam sudah membuktikan pada masa kejayaannya.
3.
Yang berorientasi pada
kekayaan dan sumber budaya bangsa masing-masing dan yang bersifat nasionalisme.
Usaha pembaharuan pendidikan yang berrientasi pada nasionalisme. Rasa
nasionalisme timbul bersamaan dengan berkembangnya pola kehidupan modern, dan
mulai dari barat. Bangsa-bangsa barat mengalami kemajuan rasa nasionalisme yang
kemudian menimbulkan kekuatan-keuatan politik yang berdiri sendiri. Keadaan
tersebut mendorong pada umunya bangsa-bangsa timur dan bangsa terjajah lainnya
untuk mengembangkan nasionalisme masing-masing[5].
B. Pendidikan Islam Pada
Zaman Kemerdekaan (1945-1965)
Setelah indonesia merdeka,
penyelenggaraan pendidikan agama mendapatkan perhatian serius dari pemerintah,
baik di sekolah negri maupun swasta. Usaha untuk itu di mulai dengan memberikan
bantuan terhadap lembaga tersebut sebagaimana yang dianjurkan oleh badan
pekerja komite nasional pusat (BPKNP) tanggal 27 desember 1945. Badan ini
menyebutkan bahwa madrasah dan pesantren yang pada hakikatnya adalah salah satu
alat dan sumber pendidikan dn pencerdasan rakyat jelata yang sudah berurat
berakar dalam masyarakat indonesia umumnya, hendaklah mendapat perhatiyan dan
bantuan material dan pemerintahan
Kenyataan demikian timbul karena
kesadaran umat islam yang dalam, setelah sekian lama mereka terpuruk di bawah
kekuasaan penjajah yang pada zaman penjajahan belanda, pintu masuk pendidikan modern bagi umat islam
terbuka secara sangat sempit. Ada dua penyebab, yaitu :
1. Sikap dan kebijakn pemerintah kiolonial
yang amat diskriminatif terhadap kaum Muslim.
2. Politik non koopratif para ulama
terhadap Belanda yang menfatwakan bahwa ikut serta dalam budaya belanda
termasuk pendidikan modernnya, adalah suatu bentuk penyelewengan agama.
Sesuai dengan sila pertama Pncasila , yaitu
Ketuhanan Yang Maha Esa, kehidupan beragam di Indonesia secara konstitusional
dijamin keberadaannya seperti termaktub pada pasal 29 UUD 1945, yaitu :
1. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang
Maha Esa
2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut
agamanya dan kepercayaan itu.
Dalam usahanya memenuhi amanat
pasal 29 UUD 1945, pemerintah selalu berusaha untuk memberikan kebebasasn pada
organisasi nasional agama dan politik untuk dapat berperan serta dalam
pembangunan agama dan bangsa dan negara Indonesia yang merdeka. Karena itu,
lahirnya berbagai organisasi cendekiawan, seperti ICMI, PIKI, Dan sebagainya
senantiasa mendapat dukungan dari pemerintah.
Penyelenggaraan
pendidikan agama setelah Indonesia merdeka mendapat perhatian serius dari
pemerintah, baik disekolah Negeri maupun swasta. Usaha untuk itu dimulai dengan
memberikan bantuan terhadap lembaga sebagaimana yang dianjurkan oleh Badan
Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP) 27 Desember 1945 menyebutkan bahwa: Madrasah
dan pesantren yang pada hakikatnya adalah satu alat dan pencerdasan rakyat
jelata yang sudah berurat berakar dalam masyarakat Indonesia pada umumnya,
hendklah pula mendapat perhatian dan bantuan nyata tututan dan bantuan material
dari pemerintah.[6]
Menteri pendidikan pengajaran dan
kebudayaan (PP dan K) pertama Ki Hajar Dewantara mengeluarkan instruksi umum
yang isinya memerintahkan kepada semua kepala sekolah dan guru, untuk :
1. Mengibarkan sang merah putih tiap hari
di halaman sekolah ;
2. Melagukan lagu kebangsaan Indonesia Raya
Menghentikan
pengibaran bendera Jepang dan menghapuskan nyanyian Kimigay lagu kebangsaan Jepang.
3.
Menghapuskan pelajaran Bahasa jepang, serta segala ucapan yang
berasal dari pemeritah Bala Tentara Jepang.
4.
Memberi semangat kebansaan kepada semua murid-muridnya
Seirama dengan perjalanan sejarah bangsa dan Negara Indonesia sejak
proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 hingga sekarang,
maka kebijakan pendidikan di Indonesia termasuk didalamnya pendidikan Islam
memang mengalami pasang surut, serta kurung waktu tertentu, yang ditandai
dengan peristiwa-peristiwa penting dan tonggak sejarah sebagai pengingat.
Oleh karena itu, perjalanan sejarah Pendidikan islam di Indonesia
semenjak Indonesia merdeka sampi tahun 1965 yang lebih dikenal dengan masa Orde
Lama (Orla), akan berbeda dengan tahun 1965 sampai sekarang yang lebih dikenal
dengan Orde baru sampai sekarang.
1.
Pendidikan Islam Zaman Kemerdekaan II
(1965-Sekarang)
a.
Masa Peralihan Orde Lama ke Orde Baru
Sejak ditumpasnya peristiwa G 30 S / PKI
pada tanggal 1 Oktober 1965, bangsa Indonesia telah memasuki fase baru, yaitu
Orde Baru, Orde Baru adalah :
1. Sikap mental yang positif untuk
menghentikan dan mengoreksi segala penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD
1945
2. Memperjuangkan adanya suatu masyarakat
yang adil dan makmur, baik material maupun spiritual melalui pembangunan.
3. Sikap mental mengabdi kepada kepentingan
rakyat dan melaksanakann Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
b. Kebijaksanaan-kebijaksanaan
Pendidikan Secara Umum
Tujuan pendidikan nasional Indonesia pada
ketetapan MPRS Nomor XXVII/MPRS/1996, Bab II Pasal 3, yaitu untuk membentuk
manusia Pancasila sejati berdasarkan ketetntuan-ketentuan seperti yang dikehendaki
oleh pembukaan UUD 1945.
Untuk mencapai dasar dan tujuan pendidikan,
dalam TAP MPRS Nomor XXVII/MPRS/1966 disebutkan tentang isi pendidikan yaitu :
1. Mempertinggi mental, moral, budi
pekerti, dan memperkuat keyakinan beragama;
2. Mempertinggi kecerdasan dan keterampilan,
3. Membina dan mengembangkan fisik yang
kuat dan sehat.
c.
Pendidikan Islam dan Sistem Pendidikan Nasional
Undang-undang
Nomor 2 tahun 1989, merupakan wadah formal terintegrasinya pendidikan Islam
dalam sistem pendidikan nasional. Dengan adanya wadah tersebut, pendidikan
Islam mendapatkan peluan serta kesempatan untuk terus dikembangkan.
Tindakan
pertama yang diambil oleh pemerintah Indonesia ialah menyesuaikan pendidikan
dengan tuntutan dan aspirasi rakyat, sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 pasal
31 yang berbunyi :
1. Tiap-tiap warga negara berhak mendapat
pengajaran
2. Pemerintah mengusahakan suatu sistem
pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang.[7]
BAB
IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemerintahan kolonial belanda
memperkenalkan sekolah-sekolah modern menurut sistem persekolahan yang
berkembamng di dunia barat, sedikit banyak mengaruhi sitem pendidikan di
indonesia, yaitu pesantren. Pada hal di ketahui bahwa pesantren merupakan salah
satunya lembaga pendidikan formal di indonesia sebelum adanya kolonial belanda,
justru snagat berbeda dalam sistem dan pengelolaannya dengan sekolah yang di
perkenalkan oleh belanda. Dengan memperhatikan berbagai macam sebab
kelemahan dan kemunduran umat islam sebagaimana nampak pada masa sebelumnya, dan
dengan memperhatikan sebab-sebab kemajuan dan kekuatan yang dialami oleh
bangsa-bangsa Eropa, maka pada garis besarnya terdapat tiga pola pemikiran
pembaharuan pendidikan islam. Ketiga pola tersebut adalah
a.
Pola pembaharuan
pendidikan islam yang beroreintasi kepada pendidikan moderndi Eropa.
b.
Yang berorientasi dan
bertujuan untuk pemurnian kembali ajaran islam.
Gerakan pembaharuan pendidikan islam yang
berorientasi pada sumber islam
yang murni
Yang berorientasi pada kekayaan dan sumber budaya bangsa
masing-masing dan yang bersifat nasionalisme.
Setelah indonesia merdeka, penyelenggaraan pendidikan agama mendapatkan
perhatian serius dari pemerintah, baik di sekolah negri maupun swasta. Usaha
untuk itu di mulai dengan memberikan bantuan terhadap lembaga tersebut
sebagaimana yang dianjurkan oleh badan pekerja komite nasional pusat (BPKNP)
tanggal 27 desember 1945. Badan ini menyebutkan bahwa madrasah dan pesantren
yang pada hakikatnya adalah salah satu alat dan sumber pendidikan dn
pencerdasan rakyat jelata yang sudah berurat berakar dalam masyarakat indonesia
umumnya, hendaklah mendapat perhatiyan dan bantuan material dan pemerintahan
DAFTAR PUSTAKA
Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Indonesia, Jakarta :
PT. Grafindo Persada, 1996
Muhaimin, Wacana Pengembangan
Islam, Jakarta: Pustaka Pelajar, 2004
Chodijah Ismail, Sejarah
Pendidikan Islam, Padang: IAIN Press, 1999.
Prof. Dr. A. Mukti Ali, Makalah Seminar Sejarah Masuknya Islam
ke Indonesia, Medan 1963
H.A Timur Djaelani, peningktan mutu pendidikan dan pembangunan
Perguruan Agama, CV Darmaga, Jakarta, 1980
Enung K Rukiati, Sejarah
Pendidikan Islam Di Indonesia Bandung : CV PUSTAKA SETIA, 2006
Zuhairini, dkk. Sejarah
Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2004
[1]
Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Indonesia, (Jakarta : PT. Grafindo
Persada, 1996), hal 14
[2]
Muhaimin, Wacana Pengembangan Islam, Jakarta:
Pustaka Pelajar, 2004
[3]
Chodijah Ismail, Sejarah Pendidikan
Islam, Padang: IAIN Press, 1999. Hal,78
[4] Prof.
Dr. A. Mukti Ali, Makalah Seminar Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia, Medan
1963
[6] H.A Timur Djaelani, peningktan mutu pendidikan dan pembangunan
Perguruan Agama, (Jakarta, CV
Darmaga 1980), hal 71
[7] Enung
K Rukiati, Sejarah Pendidikan Islam Di
Indonesia (Bandung : CV PUSTAKA SETIA, 2006), hlm 65-75.
No comments:
Post a Comment